Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua MPR: Dalam Situasi seperti Ini, Tak Boleh Ada Perlakuan Istimewa bagi WNA Mana Pun

Kompas.com - 17/03/2020, 14:05 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah membatalkan "kartu kewaspadaan" yang diterbitkan Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP) Soekarno-Hatta bagi 49 tenaga kerja asing (TKA) China yang tiba di Sulawesi Tenggara.

Bambang mengatakan, pada masa seperti ini, semestinya tidak ada perlakuan istimewa terhadap warga negara asing (WNA).

"Mendorong pemerintah agar memperlakukan warga negara China tersebut secara tegas dengan perlakuan yang sama serta membatalkan persetujuan kartu kewaspadaan kesehatan tersebut, mengingat dalam situasi seperti ini tidak boleh ada perlakuan istimewa terhadap WNA mana pun," kata Bambang, Selasa (17/3/2020).

Baca juga: Gubernur Sultra Perintahkan Karantina 49 TKA China di Kendari

Ia menegaskan, perizinan kunjungan bagi WNA untuk tinggal atau bekerja di Indonesia harus diperketat.

Evaluasi terhadap sistem penjagaan di pintu-pintu masuk Indonesia, seperti pelabuhan atau bandara, juga harus dilakukan untuk meningkatkan pengawasan terhadap kedatangan WNA.

"Terutama di wilayah perairan Indonesia/pelabuhan, serta bersama Polair untuk meningkatkan pengawasan dengan melakukan patroli dan penjagaan laut di perbatasan, guna meminimalisir masuknya WNA yang tidak memiliki izin tinggal ataupun bekerja," ujar Bambang.

Baca juga: Puluhan TKA dari China Tiba di Kendari, Gubernur Sultra: Jelas Kita Khawatir

Kembali ke persoalan 49 TKA China di Kendari, Bambang meminta agar mereka segera dikarantina demi mencegah penyebaran virus corona lebih luas lagi.

Selain itu, dia mengatakan, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar segera mengecek kondisi TKA China itu secara langsung yang kini sudah berada di Konawe.

"Pemerintah melalui tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk segera mendatangi lokasi perusahaan tempat para warga negara China bekerja untuk mengecek kondisi kesehatan dan mengisolasi TKA asal China tersebut, sebagai upaya mencegah masuknya virus Covid-19 di wilayah tersebut," ujarnya.

Baca juga: Menyoal Kedatangan 49 TKA China di Kendari, Transit di Thailand dan Baru Tiba di Indonesia

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengaku khawatir dengan masuknya puluhan TKA China itu saat pemerintah tengah berupaya menangani penyebaran virus corona.

TKA asal China itu disebutkan bekerja di sebuah perusahaan tambang di Kabupaten Konawe. 

Ali mengatakan telah memerintahkan Dinas Kesehatan dan BPBD Sulawesi Tenggara untuk melakukan karantina terhadap 49 TKA tersebut.

“Saya sudah turunkan langsung Dinas Kesehatan Sultra dan RSUD Bahteramas, mereka memang ada tim gugus tugas sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7. Saya perintahkan untuk segera turun, sekitar pukul 04.00 Wita, subuh tadi," kata Ali, Selasa (17/3/2020).

Baca juga: Penjelasan Kemenkumham soal Puluhan TKA China yang Tiba di Kendari

Sebelumnya, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sulawesi Tenggara menyatakan 49 TKA asal China yang tiba di Bandara Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Minggu (16/3/2020), bukan datang dari Jakarta untuk memperpanjang visa kerja.

Warga China itu adalah TKA baru yang berasal dari Provinsi Henan untuk bekerja di Sulawesi Tenggara. Kepala Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tenggara Sofyan mengatakan, TKA ini transit di Thailand sebelum tiba di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com