Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sindikasi: RUU Cipta Kerja Tak Mendukung Kesejahteraan Pekerja Muda

Kompas.com - 20/02/2020, 22:14 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ellena Ekarahendy mengatakan, sejumlah ketentuan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja berpotensi membahayakan para pekerja muda jika disahkan menjadi undang-undang. 

Hal ini terkait sejumlah aturan dalam RUU tersebut yang dinilai tidak mendukung kesejahteraan pekerja muda.

"Jika draf ini disahkan, akan berbahaya bagi para pekerja muda. Sebab pasal-pasal dalam omnibus law (RUU Cipta Kerja) itu sangat rentan terhadap pekerja muda," kata Ellena dalam konferensi pers di Kantor WAlHI, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: Indonesia Diprediksi jadi Penghasil Tenaga Kerja Murah jika RUU Cipta Kerja Disahkan

Ellena mengatakan, dampak langsung dari pengesahan RUU ini baru akan terasa pada 10-15 tahun mendatang. Mengingat, Indonesia akan memiliki bonus demografi pekerja muda.

Pemerintah sendiri terus berupaya membangun ekonomi digital untuk menampung bonus demografi itu.

Namun, Ellena mengingatkan dengan serangkaian aturan dalam RUU Cipta Kerja, justru bonus demografi rentan dikapitalisasi.

"Ketika bicara ekonomi digital, orang-orang didorong bekerja di startup, yang adalah UMKM. Berdasarkan pasal-pasal di omnibus law itu artinya kondisi kerja yang sangat rentan sekali," ungkap dia.

Baca juga: Omnibus Law, Upah Buruh yang Tak Bekerja karena Sakit, Cuti Melahirkan hingga Haid Terancam Tak Dibayar

Ia menyinggung aturan terkait pengupahan dan sanksi pengupahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang yang dihapus dalam draf RUU Cipta Kerja.

Dihapusnya aturan itu membuat perhitungan pengupahan tidak lagi mengikuti standar minimum daerah.

Pengupahan akan berdasarkan kepada satuan kerja dan satuan waktu.

Kemudian, disebutkan pula UMKM tidak harus mengikuti upah minimum daerah.

"Disebutkan bahwa untuk UMKM, tidak harus mengikuti upah minimum, selama di atas garis kemiskinan. Ini problematik, karena garis kemiskinan itu tidak konsisten di beberapa institusi," tutur Ellena.

Baca juga: Menaker Bantah RUU Cipta Kerja Hilangkan Upah Minimum dan Pesangon

Ia menambahkan, jika kondisinya upah hanya beda satu rupiah dari garis kemiskinan tetap akan dianggap upah layak saat bekerja di UMKM.

Menurut Ellena, kondisi pengupahan seperti itu berdampak merugikan para alumni baru (fresh graduate).

"Mereka akan sangat sulit punya daya tawar untuk menegosiasikan upah yang sesuai dan layak. Akhirnya mereka (bisa) dibuat satu bulan kerjanya cukup diupah Rp 1,5 juta saja," ungkapnya.

Baca juga: Soroti Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Walhi: Kedudukan Korporasi Bisa seperti VOC

Merujuk kepada hal-hal di atas, Ellena menyebut pembahasan dampak RUU Cipta Kerja sebaiknya terus dilakukan.

Ella juga menilai ada potensi RUU ini akan menimbulkan perbudakan di era modern.

"Ini terlihat jelas dari 4 ciri. Yakni, deformalisasi kerja secara masif, yang berakibat kepada pelemahan serikat pekerja, deregulasi besar-besaran dan sampai pada pelemahan negara sebagai regulator, " papar Ellena.

"Perlu digarisbawahi, dampak dari RUU ini bukan hanya terhadap buruh, tapi semua lini tenaga kerja. Baik di pabrik, di kampus, NGO, di ruang-ruang dingin ber-ac di Thamrin, SCBD, semua akan terimbas, " tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com