Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Daring Dinilai Belum Jadi Forum Publik dan Masih Sebar Sensasi

Kompas.com - 09/02/2020, 14:29 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menilai, media daring saat ini belum mampu menjadi forum bagi publik untuk menyampaikan kritiknya.

Ia mengingatkan, partisipasi publik melalui komentar dan tanggapan merupakan bagian melekat dalam jurnalisme.

Hal itu disampaikan Wijayanto sebagai catatan dalam peringatan Hari Pers Nasional 2020 yang jatuh pada Minggu (9/2/2020).

"Sayangnya, hal itu masih jarang kita temui dipraktikkan. Media daring kita masih banyak berkiblat pada media cetak konvensional," ucap Wijayanto, dalam siaran persnya.

"Bahkan lebih buruk lagi, jika media cetak masih menyediakan kolom khusus bertajuk surat pembaca, hampir tidak pernah ditemui ada media daring yang melakukan hal serupa," kata dia.

Baca juga: Hari Pers Nasional, Menko PMK Ingatkan Tantangan Lawan Hoaks

Ia mencontohkan, opini pembaca yang ada di Harian Kompas merupakan salah satu bentuk forum utama yang dihormati dan disegani.

Akan tetapi, kolom opini seperti itu tidak banyak ditemui di berbagai media daring.

"Media daring lebih banyak bertumpu pada berita. Kalaupun ada ruang bagi kolom untuk pembaca menulis, maka kolom itu tidak mendapat tempat yang disegani dan dicari pembaca sebagaimana dilakukan Kompas," kata dia.

Di sisi lain, ia menyatakan, walaupun media daring memiliki ruang komentar, seringkali dilakukan oleh akun anonim yang lebih menyerang konten media tersebut.

"Dengan cara yang niretika dan terlebih lagi nirfakta," ucapnya.

Baca juga: 4 Hal Penting Pidato Jokowi Saat Hari Pers Nasional di Kalsel, Melawan Information Disorder

Wijayanto juga mengatakan, pada era digital ini, lebih banyak berita sensasi belaka demi mendongkrak clickbait atau rating.

Padahal, pers juga bertanggung jawab menyajikan artikel penting dan relevan dengan cara yang menarik bagi pembaca.

"Salah satu berita sensasional yang mencari clickbait itu misalnya berita tentang mertua yang melaporkan menantunya terkait ukuran alat kelamin menantunya," kata Wijayanto.

Baca juga: AJI Jakarta: Jangan Abaikan Hak Jurnalis, dari Pemulihan Trauma, Cuti, hingga Uang Lembur

Topik tersebut, lanjut dia, sempat disoroti oleh banyak media daring. Meski topik tersebut tidak mengandung kebohongan, Wijayanto mengkritik topik seperti itu sekadar sensasi.

"Apa arti penting berita ini bagi publik selain hanya membagikan sensasi? Ini adalah berita tentang kasus hukum yang menyangkut perseorangan dan bukan tokoh publik yang dipilih dalam prosedur demokrasi," kata Wijayanto.

"Berita ini dengan berbagai variannya hanyalah mengejar klik dan rating alih-alih mengusung nilai-nilai jurnalistik," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com