Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Bawahan Mengaku Pernah Setor Uang untuk Safari Subuh Nurdin Basirun

Kompas.com - 05/02/2020, 16:58 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua bawahan mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, yakni Kepala Biro Administrasi Pembangunan Aris Fhariandi dan Kepala Biro Administrasi Layanan Pengadaan Misbardi mengakui telah menyetorkan sejumlah uang untuk mendukung kegiatan Safari Subuh yang dilakukan Nurdin Basirun.

Hal itu disampaikan keduanya saat bersaksi untuk Nurdin, terdakwa kasus dugaan suap terkait izin pemanfaatan ruang laut dan penerimaan gratifikasi.

"Siap, itu uang pribadi saya. Tidak secara langsung ke beliau, ada ke Ayub (staf Nurdin)," kata Aris di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Baca juga: Saksi Akui Pernah Ditelepon untuk Setor Uang Mendukung Acara Open House Nurdin Basirun

Menurut Aris, pada tahun 2017 ia pernah menyerahkan uang Rp 2 juta. Pada tahun 2018, ia pernah menyerahkan uang sebesar Rp 4 juta.

Selain uang untuk Safari Subuh, ia pernah menyerahkan uang sebesar Rp 5 juta melalui staf Nurdin bernama Bela.

Menurut Aris, uang itu akan dibagikan Nurdin Basirun untuk sumbangan perayaan Idul Fitri.

Senada dengan Aris, Misbardi mengaku telah memberikan uang secara bertahap pada tahun 2018 dengan total Rp 3 juta ke staf Nurdin, Ayub.

"Saya memberikan lewat Pak Ayub tahun 2018 sekitar 3 kali, sekitar Rp 3 juta. Setelah Safari Subuh biasanya Gubernur ajak yang hadir itu, masyarakat, untuk sarapan bersama. Setelah sarapan itu saya enggak enak tidak berpartisipasi, karena saya ikut makan. Makanya tahun 2018, Rp 3 juta itu saya serahkan," kata dia. 

Baca juga: Saksi Akui Setor Uang Rp 20 Juta untuk Keperluan Nurdin Basirun

Dalam perkara ini, Nurdin Basirun didakwa menerima suap sebesar Rp 45 juta dan 11.000 dollar Singapura secara bertahap terkait izin prinsip pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepri.

Menurut jaksa, suap itu diberikan pengusaha Kock Meng bersama-sama temannya bernama Johanes Kodrat dan Abu Bakar.

Uang itu diberikan melalui Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau dan Budy Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau.

Selain itu, ia didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 4,22 miliar dari berbagai pihak dalam kurun waktu 2016-2019 selama masa jabatannya.

Baca juga: Berkaca dari Kasus Bawahan Nurdin Basirun, Jaksa Ingatkan Pemprov Kepri Benahi Birokrasi Perizinan

Menurut jaksa, sumber gratifikasi itu berasal dari pemberian sejumlah pengusaha terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi.

Jaksa juga menyebutkan penerimaan gratifikasi itu juga berasal dari para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di Kepri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com