Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapal China Masih Berdatangan Pasca-Kunjungan Jokowi ke Natuna, Istana Nilai Wajar

Kompas.com - 13/01/2020, 17:21 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menilai wajar jika kapal China masih terus berdatangan ke Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di perairan Natuna pasca-kunjungan Presiden Joko Widodo ke wilayah itu.

Sebab, memang sejak awal ada perbedaan pandangan antara Indonesia dan China.

Menurut Jaleswari, Pemerintah Indonesia berpegang pada United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang menyatakan wilayah itu adalah bagian dari ZEE Indonesia.

Sementara China berpegang pada Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh sebagai batas teritorialnya.

"Jadi soal klaim-klaim dan lain-lain, sepanjang Indonesia dan China tidak pernah satu ukuran untuk melihat klaim itu, tidak akan bertemu. Dan itu wajar saja," kata Jaleswari di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/1/2020).

Baca juga: DPR Akan Undang Menlu, Menhan Hingga Panglima TNI Bahas Natuna

Dengan perbedaan dasar itu, Jaleswari meyakini kejadian kapal China yang masuk ZEE di Natuna akan terus berulang.

Namun, menurut Jaleswari, yang terpenting kehadiran Presiden memberi pesan yang jelas bahwa kedaulatan Indonesia di Natuna tak bisa ditawar.

"Natuna adalah bagian dari Indonesia yang sudah ditegaskan presiden. Perkara tadi dibilang kapal China yang masuk, dan lain-lain, saya rasa kejadian itu selalu berulang setiap tahun, tiap saat. Karena kita ada perbedaan klaim itu," ujar dia.

Menurut Jaleswari, yang terpenting saat ini adalah bagaimana Indonesia dapat mengamankan wilayah ZEE Natuna serta melindungi nelayan yang ada disana.

"Dan bagaimana penguasaan efektif dilakukan dengan kehadiran negara terus menerus di Natuna baik soal kesejahteraan dan keamanan," ujarnya.

Baca juga: TNI Tegaskan bila Kapal China Kembali Lagi ke Natuna Akan Ditangkap dan Diproses secara Hukum

Sebelumnya diberitakan, reaksi keras pemerintah Indonesia terhadap pelanggaran perbatasan di perairan Natuna tampaknya tidak dihiraukan oleh kapal ikan asing (KIA).

Pasalnya, pasca-kunjungan Presiden RI Joko Widodo dan gelar pasukan TNI di Pulau Natuna, keberadaan KIA di perairan tersebut masih terdeksi atau masih ada.

Hal tersebut terbukti dari pantauan udara yang dilakukan TNI menggunakan pesawat intai maritim Boeing 737 AI-7301.

Dari pemantauan itu, ditemukan sekitar 30 KIA yang masih menduduki Laut Natuna bagian utara.

"Jumlahnya sekitar 30 KIA," kata Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan) Laksdya TNI Yudho Margono dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (11/1/2020).

Mengetahui ada temuan itu, Yudho langsung menginstruksikan tiga kapal perang, yaitu KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356, KRI Usman Harun (USH) 359 dan KRI Jhon Lie 358 untuk melakukan upaya pengusiran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com