Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UN Akan Dihapus, Ombudsman Minta Standar Kenaikan Siswa Tak Dihilangkan

Kompas.com - 12/12/2019, 15:17 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman RI, Ahmad Suadi, mengatakan, penghapusan Ujian Nasional (UN) berdampak baik pada hilangnya standar tunggal kelulusan siswa.

Namun, sekalipun nantinya kebijakan itu direaliasaikan, Suadi berpandangan bahwa standar siswa untuk naik dari satu jenjang ke jenjang yang lebih tinggi tidak boleh dihilangkan.

Pernyataan ini merespons Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang memastikan akan menghapus ujian nasional pada 2021.

"Itu sebenarnya cukup dapat dukungan dari pemerhati pendidikan, tapi kan tetap harus ada standar yang membuat mereka menjadi bisa naik dari tahun ke tahun. Mungkin (UN dihapus) yang tidak ada adalah standar tunggal itu saya setuju," kata Suadi usai sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).

Baca juga: Pengganti UN Menilai Kemampuan Literasi dan Numerasi, Apa Itu?

Menurut Suadi, sejak sebelum Nadiem merencanakan menghapus UN, pihaknya telah mengkritisi UN. 

Namun, yang dikritik Ombudsman adalah sistem ujian yang menetapkan standar tunggal bagi siswa di seluruh daerah di Indonesia.

Pandangan Ombudsman, sistem UN yang menetapkan standar tunggal tak bisa dibenarkan, karena tingkat kesejahteraan maupun geografis tiap daerah berbeda-beda.

"Tahun lalu kita masih melihat ada masalah dengan akses misalnya orang yang ada di pinggiran, anak-anak harus datang ke UNBK kemudian balik lagi itu kan susah," ujar Suadi.

"Selama ini pemerintah membuat satu standar seolah-olah di Papua pegunungan disamakan dengan di Menteng, tidak masuk akal," lanjutnya.

Suadi mengatakan, dalam dua tahun terakhir, rekomendasi Ombudsman terkait pendidikan dan UN adalah menetapkan tiga level standar.

Standar pertama ditetapkan bagi daerah perkotaan seperti Jakarta. Di level tertinggi ini, pemerintah tinggal memelihara dan mendorong pendidikan, tanpa perlu memberi bantuan khusus.

Standar kedua, perlakuan khusus bagi daerah-daerah terpencil di kepulauan. Standar ketiga, diperuntukkan bagi siswa-siswi yang mengenyam pendidikan di pegunungan Papua yang aksesnya begitu sulit.

"Dengan 3 standar ini kan bisa, ini kekurangannya ini dinaikkan, bahwa dari 3 ke 2 misalnya butuh 5 tahun is ok, tapi kan tiap tahun harus ada kenaikan," kata Suadi.

Sebeumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menetapkan empat program pembelajaran nasional. Nadiem menyebut empat program ini sebagai kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar".

Baca juga: Wali Kota Tangerang Dukung UN Dihapus

"Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi," ujar Nadiem di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).

Mengenai UN, Nadiem menegaskan tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya.

"Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com