Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Dorong Ada Revisi UU untuk Larang Eks Koruptor Ikut Pilkada

Kompas.com - 11/12/2019, 09:05 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, larangan eks koruptor mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) sebaiknya didorong masuk dalam revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Sebab, kata dia, ada dua hal yang bisa mengakomodasi larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk mengikuti pilkada.

"Karena hak politik (para mantan terpidana korupsi) itu hanya bisa dicabut dengan dua hal, yakni putusan peradilan ataupun diatur dalam undang-undang," ujar Abhan di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Selasa (10/12/2019).

Sementara saat ini UU Pilkada tidak memuat aturan larangan bagi eks koruptor untuk mengikuti kontestasi politik daerah itu.

Menurut Abhan, larangan tersebut idealnya diatur saja melalui undang-undang.

Baca juga: KPU Dinilai Tak Konsisten karena Batal Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada

Adapun caranya bisa dengan merevisi UU Pilkada dengan memasukkan larangan bagi bekas terpidana korupsi.

"Kami mendorong politisi di Senayan agar hal tersebut dinormalkan (dalam revisi) di undang-undang," kata Abhan.

Sebelumnya, KPU batal melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri pada Pilkada 2020.

Semula, aturan tersebut akan dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pilkada.

Meski batal, dalam PKPU bernomor 18 Tahun 2019 tersebut, KPU memasukkan aturan baru yang pada pokoknya meminta partai politik mengutamakan calon yang bukan bekas terpidana korupsi pada Pilkada 2020.

Baca juga: Demi Citra Partai, PKS Tak Ingin Calonkan Eks Koruptor pada Pilkada

Aturan yang dimaksud dimuat dalam dua ayat, yaitu Pasal 3A Ayat (3) dan Ayat (4).

KPU pun berharap partai politik tidak mencalonkan bekas napi korupsi sebagai bupati atau wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota, dan gubernur atau wakil gubernur.

Komisioner KPU, Evi Novida Gunting Manik, mengatakan, ada sejumlah alasan yang mendasari pihaknya batal memuat larangan itu.

Alasan utamanya, karena KPU ingin berfokus pada tahapan pencalonan Pilkada 2020 yang sudah berjalan sejak 26 Oktober 2019.

"Karena kita juga sekarang ini kan lebih fokus pada tahapan. Jadi supaya jangan terlalu, misalnya menjadi lama," kata Evi saat dikonfirmasi, Jumat (6/12/2019).

Baca juga: KIPP: Jangan Larang Eks Koruptor Pakai PKPU, Lebih Baik Revisi UU

Evi mengatakan, tahapan demi tahapan Pilkada 2020 terus berjalan. Bersamaan dengan itu, KPU harus segera mengeluarkan aturan yang kemudian dijadikan pedoman bagi penyelenggaraan pilkada.

KPU khawatir jika ihwal larangan eks koruptor ini terus dipersoalkan akan membawa dampak buruk bagi tahapan pencalonan.

"Kami intinya fokus pada tahapan saja. Kalau ini terlalu menjadi dipersoalkan dan lain sebagainya, ini kan bisa mengganggu tahapan pencalonan," ujar Evi.

Meski batal melarang eks koruptor jadi calon, KPU masih berharap supaya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada direvisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com