Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi II Yakin Larangan Eks Koruptor Maju Pilkada Dibatalkan MA

Kompas.com - 25/11/2019, 19:11 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menilai aturan yang hendak melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah (pilkada) akan mudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Pasalnya, kondisi yang sama sudah pernah terjadi dalam konteks pemilihan legislatif (pileg).

"Peraturan KPU (PKPU) seperti ini sebelumnya pernah dimunculkan, di pileg. Kemudian kalah oleh putusan MA," ujar Zulfikar usai mengisi diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019).

Kondisi ini terjadi pada 2018. Saat itu, kata Zulfikar, MA beralasan materi dalam PKPU harus diatur dalam peraturan di atasnya, yakni Undang-undang (UU) Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

"Bukan berarti kami tidak mengikuti semangat teman-teman penyelenggara pemilu (KPU). Akan tetapi, Saya yakin jika diloloskan oleh KPU, maka akan digugat ke MA. Kemudian putusan MA bisa sama meskipun ranahnya (pemilihannya) berbeda," ucap Zulfikar.

Baca juga: 2 Alasan KPU Tetap Larang Eks Koruptor Maju Pilkada

Sementara itu, jika larangan ini pada akhirnya dimasukkan di dalam revisi UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, Zulfikar menilai akan kembali bertentangan dengan putusan MK.

Pada 2016 lalu, MK memutuskan untuk membolehkan mantan terpidana korupsi ikut pilkada.

"Jadi, kita juga ingin menegakan aturan, supaya patuh. Kita ini kan negara hukum sebagaimana pasal 1 ayat 3 UUD 1945 kita ini kan negara hukum," tutur dia.

"Lalu UUD 1945 Pasal 28 J dan Pasal 73 UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa memilih dan dipilih termasuk HAM dan pembatasannya harus melalui UU," ucap politikus Partai Golkar ini.

Sebelumnya, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan, larangan mantan narapidana korupsi maju di Pilkada 2020 masih belum final.

Baca juga: Politisi PDI-P Ini Klaim Parpolnya Tolak Eks Koruptor Mendaftar Pilkada 2020

KPU saat ini masih mempertimbangkan untuk memuat aturan tersebut dalam PKPU tentang Pencalonan di Pilkada. Namun, Evi mengatakan, rencana itu bisa saja berubah.

"Iya (masih bisa berubah), kami tentu mendengar masukan-masukan dan menjadikan pertimbangan kami ya untuk terkait dengan napi koruptor ini," kata Evi saat ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin.

Evi mengatakan, rancangan PKPU tersebut sudah diharmonisasikam dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Saat ini, tahapannya tinggal menunggu finalisasi KPU, dan selanjutnya dikirim ke Kemenkumham untuk diundangkan.

"Nanti tentu akan kami plenokan setelah kami plenokan baru nanti kami serahkan (ke Kemenkumham) untuk diundangkan," ujar Evi.

Baca juga: Perludem Minta MK Percepat Uji Materi Pasal Napi Kasus Korupsi di UU Pilkada

Evi menambahkan, dalam pertimbangannya, KPU mendengar pendapat dan pandangan pihak terkait, antara lain Kemenkumham, Kementerian Dalam Negeri, DPR, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"KPU yang memutuskan apakah tetap melakukan membuat pelarangan ( eks koruptor) atau kemudian seperti yang masukan dari berbagai pihak," kata dia.

Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah ini meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Adapun hari pemungutan suara Pilkada 2020 jatuh pada 23 September tahun depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com