JAKARTA, KOMPAS.com - Penunjukan Muhadjir Effendy sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada Kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Joko Widodo dinilai belum cukup bagi Muhammadiyah.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Majelis Tabligh Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Fahmi Salim dalam diskusi bertajuk 'Kabinet Bikin Kaget' di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
"Saya kira enggak (belum cukup) ya," kata Fahmi ketika ditanya terkait apakah Muhammadiyah sudah merasa cukup dengan jatah kursi menteri.
Baca juga: Catat, Menko PMK Usahakan Jatah Guru Honorer dalam Penerimaan PNS/PPPK Terus Ada
Pasalnya, jabatan menteri koordinator tidak mempunyai otoritas yang bersifat teknis serta tidak memiliki kewenangan anggaran sebagaimana kementerian teknis.
"Menteri koordinaotr itu kan tidak memiliki kewenangan otoritas serta anggaran tidak sebagaimana dengan kementerian teknis," ujar dia.
Berdasarkan hal itu, Fahmi menyebut Muhammadiyah kecewa jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diberikan kepada Nadiem Makarim.
Meski demikian, Fahmi juga menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak pernah menetapkan target berapa jumlah kursi menteri yang harus didapatkan, apalagi meminta-minta jatah menteri kepada Presiden.
Baca juga: Cerita Muhadjir Effendy, Konsultasi ke Puan Saat Diminta Jadi Menko PMK
"Yang jelas, Muhammadiyah tidak pernah minta dan tidak pernah juga meminta target, tidak pernah memberikan patokan harus begini-begini, itu dikembalikan kepada (hak prerogatif) Presiden," ujar dia.
Diketahui, Presiden Jokowi menunjuk pendiri Gojek sebagai Mendikbud dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Nadiem menggantikan kader Muhammadiyah, Muhadjir Effendy. Muhadjir sendiri diberikan tugas baru, yakni sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.