JAKARTA, KOMPAS.com- Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, Presiden Joko Widodo tampak tak menyiapkan formula khusus dalam menangani konflik yang terjadi di Papua.
Kehadiran Panglima TNI dan Kapolri dinilai tidak cukup untuk meredam konflik yang ada di Papua karena bukan utusan presiden yang otoritatif.
"Pak Jokowi, sejak awal peristiwa rasis mahasiswa Papua di Surabaya, kami sudah mengusulkan segera ada utusan khusus, tapi sampai hari ini tidak pernah terjadi yang kemudian masalah melebar kemana-mana," kata Ismail di kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2019).
Baca juga: Komnas HAM: Pendekatan Dialog Bisa Akhiri Konflik Papua
Karena sangat percaya kepada aparat kemanan atau militer dalam menangani kasus yang terjadi di Papua, Jokowi pun dinilainya tak berjiwa pemimpin.
"Ini menggambarkan Pak Jokowi sangat percaya kepada tentara, tapi Pak Jokowi tidak punya kepemimpinan dalam konteks isu keamanan dan ketahanan," sambungnya.
Hal itu justru berbeda dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, SBY langsung mengutus utusan khusus guna meredam konflik dengan cepat.
Baca juga: Redakan Konflik di Papua, Pemerintah Diminta Selesaikan Akar Masalah
"Saya membandingkan dalam kasus Papua, ketika kasus Papua meninggi, Pak SBY dengan cepat punya formula penyelesaian, Pak Jokowi tidak," katanya.
Diketahui, pada 23 September lalu, terjadi konflik di Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan di Kota Jayapura, Papua, yang dipicu oleh kabar bohong tentang ucapan bernuansa rasis.
Konflik tersebut pun berdampak pada masyarakat pendatang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.