Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mundurnya Menkumham di Tengah Polemik UU KPK dan Pertimbangan Perppu

Kompas.com - 28/09/2019, 09:14 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengundurkan diri dari Kabinet Kerja. Pengunduran diri ini karena Yasonna akan dilantik sebagai anggota DPR 2019-2024 pada 1 Oktober.

Pada Pemilu Legislatif 2019, Yasonna menjadi calon legislatif PDI-P dari dapil Sumatera Utara I.

Yasonna sudah mengirim surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo per 27 September 2019. Kepala Biro Humas Kemenkumham Bambang Wiyono membenarkan surat itu.

"Ya, karena tidak boleh rangkap jabatan," kata Bambang saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2019) malam.

Dalam suratnya, Yasonna memohon pengunduran diri terhitung mulai 1 Oktober 2019, tepat saat ia akan dilantik sebagai anggota DPR.

Baca juga: Minta Maaf, Menkumham Yasonna Laoly Mundur dari Kabinet Kerja

Dalam surat itu ia juga menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan rangkap jabatan sebagai anggota DPR dan menteri sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.

Yasonna pun mengucapkan terima kasih kepada Jokowi atas kesempatan dan kepercayaan yang telah diberikan selama ini.

"Selain itu, saya juga meminta maaf apabila selama menjabat sebagai menteri terdapat banyak kekurangan dan kelemahan," kata dia.

Tinggalkan kontroversi

Yasonna mundur di tengah kontroversi sejumlah rancangan undang-undang yang bermasalah. Salah satunya adalah revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meski sudah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna 17 September, protes dan penolakan terus disuarakan masyarakat.

UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.

Baca juga: Setelah KPK Dikebiri dan Tak Sakti Lagi...

Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.

Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.

Mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat lain di sejumlah daerah bahkan turun ke jalan untuk menolak UU KPK hasil revisi. Selain itu, mereka menolak sejumlah rancangan undang-undang lain yang kontroversial, seperti RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.

Kericuhan tak terhindarkan yang membuat ratusan mahasiswa luka-luka, bahkan dua di antaranya meninggal dunia.

Baca juga: Fadli Zon: Kalau Demo Mahasiswa Ditunggangi, Pasti Pelajar yang Menunggangi

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com