Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Saya Dituduh Penjahat HAM, tapi Pengadilan Tak Bisa Adili Saya

Kompas.com - 25/09/2019, 06:39 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bercerita tentang dirinya yang pernah dituduh sebagai penjahat Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus Timor-Timur.

Atas tuduhan itu, Wiranto telah membantah dan pengadilan juga tak bisa mengadili dirinya.

Hal ini Wiranto sampaikan saat menerima audiensi jajaran DPRD Papua dan Papua Barat yang dalam salah satu tuntutannya meminta pemerintah membentuk Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi (KKKR) kasus pelanggaran HAM di Papua.

"Bapak-bapak sekalian, kita kadang dibodohi oleh satu hukum yang kita tidak paham. Wiranto pernah dituduh sebagai penjahat HAM di Timor-Timur, tapi saya sudah bantah, termasuk pengadilan tak bisa adili saya," kata Wiranto di Gedung Kemenko Polhukam, Rabu (25/9/2019).

Baca juga: Temui Wiranto, Ini 8 Tuntutan Wakil Rakyat di Papua

Wiranto mengatakan, pengadilan tak bisa mengadilinya dalam kasus pelanggaran HAM, karena definisi dari pelanggaran HAM itu sendiri.

Pelanggaran HAM berat, kata Wiranto, didefinisikan sebagai suatu perencanaan yang sistematis, berdampak luas, tentang genosida yang menghabisi satu kelompok masyarakat, agama, etnik, atau kejahatan terhadap kemanusiaan.

Definisi tersebut merujuk pada pembunuhan, penculikan, pembakaran massa, pengusiran, perbudakan, hingga kejahatan terhadap perempuan dan anak anak.

"Namanya kejahatan berat itu adalah kebijakan dari state policy, kebijakan pemerintah. Maka saya heran kalau ada pembunuhan antarkelompok dikatakan pelanggaran HAM berat, utang negara, ini saya nggak setuju, tapi keadaannya begitu," ujar Wiranto.

Baca juga: Diminta Buka Dialog dengan Aktivis Separatis, Wiranto Bilang Itu Sulit

Wiranto menyebut, dirinya telah mempersilahkan Komnas HAM umtuk melakukan pengusutan atas dugaan kejahatan yang dituduhkan kepadanya.

Setelah diusut, proses bisa dilimpahkan ke Kejaksaan, dan Kejaksaan akan melakukan penuntutan.

Namun, setelah ditunggu-tunggu, Komnas HAM tak kunjung memberikan berkas hasil pengusutan.

Hal itulah, kata Wiranto, yang menyebabkan dirinya tak bisa diadili.

"Kejaksaan nunggu untuk Komnas HAM masukkan berkas-berkas, kejaksaan nunggu buktinya, wah ini kurang kuat. Akhirnya nggak bisa diadili," kata Wiranto.

"Dianggap pemerintah nggak serius, siapa yang nggak serius, saya serius betul. Kalau bisa diselesaikan hari ini, tapi nggak bisa kan," sambungnya.

Kompas TV Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menemui perwakilan DPRD kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat.. Pertemuan ini merupakan dialog antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh di Papua. Pertemuan dilakukan di Kantor Staf Presiden, Jakarta pusat hari ini (24/9). #TjahjoKumolo #Moeldoko #Papua
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

Nasional
Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

Nasional
Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

Nasional
PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

Nasional
Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

Nasional
PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

Nasional
KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

Nasional
KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

Nasional
Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, 'Jer Basuki Mawa Bea'

Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, "Jer Basuki Mawa Bea"

Nasional
KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

KPU Minta Pemda Fasilitasi Pemilih yang Baru Berusia 17 Tahun pada Pilkada 2024

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

PKS Usung Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta, Wasekjen PKB: Blunder...

Nasional
DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi 'Online'

DPR Desak PPATK Bongkar Pihak Eksekutif-Yudikatif yang Main Judi "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com