JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, sanksi administrasi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan pembakar lahan tidak memberikan cukup efek jera.
Juru Kampanye WALHI Zenzi Suhadi mengatakan, hukuman sanksi administrasi tak membuat jera karena perusahaan itu masih bisa beraktivitas bilamana sanksi dicabut.
"(Sanksi) administrasi ini dia punya kelemahan karena masih memberi ruang bagi pelaku untuk membenahi sesuatu. Ini yang tidak begitu efektif nemberikan efek jera langsung kepada korporasi," kata Zenzi dalam diskusi di kawasan Cikini, Sabtu (21/9/2019).
Baca juga: Walhi: Jangan-jangan Segel Lahan Hanya Demi Memuaskan Jokowi?
Zenzi mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengedepankan sanksi pidana bagi para pelaku pembakaran lahan.
Ia menambahkan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pun menyatakan bahwa penegakan hukum tak mesti diawali sanki administratif.
"Dalam situasi tertentu kita tidak mesti memulai proses hukum daru hukum administrasi, dia bisa langsung pidana. Ga mesti delik aduan, Polri bisa, KLHK bisa, ini bisa langsung," ujar Zenzi.
Baca juga: Walhi: Korporasi Enggan Bertanggung Jawab atas Karhutla karena Tiru Pemerintah
Menjawab kritikan Zenzi, Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani menyebut sudah banyak perusahaan yang terjerat pidana maupun perdata akibat pembakaran hutan.
Rasio mengatakan, ada beberapa perusahaan yang dijatuhi hukuman membayar ganti rugi dan putusannya pun sudah berstatus hukum tetap yang tinggal menunggu eksekusi.
"Yang sudah inkracht ini dengan nilai jumlah gugatan dengan ganti rugi sudah inkracht Rp 3,9 triliun. Itu terus bertambah karena sedang berproses," ujar Rasio.
Baca juga: Walhi Minta Pemerintah Batalkan PK Terkait Karhutla
Seperti diketahui, kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Akibatnya, kabut asap menyelimuti sejumlah kota dan mengganggu aktivitas serta kesehatan warga.
Merujuk dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Kamis (19/9) pukul 16.00 WIB, total ada 328.724 hektar lahan yang terbakar dengan 4.319 titik panas selama Januari-Agustus 2019.
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki titik api paling banyak sejumlah 1.996 titik, kemudian diikuti Kalimantan Barat (1.150); Kalimantan Selatan (199); Sumatera Selatan (194); Jambi (105); dan Riau (14).