JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan.
Apabila sudah disahkan, undang-undang tersebut bisa menarik pajak dari perusahaan teknologi berskala internasional, antara lain Google, Amazon dan Facebook.
Menurut Sri, pesatnya perkembangan ekonomi digital membuat perusahaan-perusahaan tersebut mengeruk keuntungan dari Indonesia.
Namun, kontribusinya untuk pendapatan negara tidak ada. Lewat RUU inilah perusahaan-perusahaan itu dapat menjadi objek pajak resmi.
"Dengan ekonomi digital, perusahaan tak harus (berdomisili) di Indonesia, tapi dapat untung banyak dari Indonesia. Kayak Google, mereka enggak punya BUT (Badan Usaha Tetap). Nah, dalam RUU ini, maka definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
"Walau mereka tidak punya kantor cabang di Indonesia, tapi kewajiban pajak tetap ada. Karena mereka ada Significant Economic Presents dan tentu saja tujuannya supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital, terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border," lanjut dia.
Baca juga: Google Kenakan PPN ke Pemasang Iklan di Indonesia, Ini Kata Pakar Pajak
Soal berapa tarif pajak yang akan dikenakan kepada perusahaan-perusahaan tersebut, Sri belum dapat merincinya.
Ia hanya memastikan bahwa akan ada dua jenis pajak yang akan dikenakan melalui RUU itu, yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dengan demikian, lanjut Sri Mulyani, Google dan kawan-kawan tak lagi bisa menghindar dari kewajiban membayar pajak di Indonesia.
"Presiden dan Wapres meminta matangkan RUU ini sehingga bisa lakukan konsultasi publik sehingga bisa disampaikan segera ke dewan untuk perkuat ekonomi Indonesia," lanjut dia.