Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karier Bagus di Polri, Polwan Ini Pilih KPK...Apa Alasannya?

Kompas.com - 29/08/2019, 14:55 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon pimpinan KPK periode  2019-2023 Sri Handayani dicecar panelis ahli Luhut Pangaribuan terkait alasannya ingin menjadi pimpinan lembaga antirasuah.

Luhut bertanya, apa alasan Sri ingin menjadi pimpinan KPK. Padahal, menurut Luhut, karier Sri di Polri lumayan moncer. 

"Ibu kan punya karier yang bagus di polisi. Kenapa mencari karier di pimpinan KPK? Apa yang mau dicari?" tanya Luhut saat tes wawancara dan uji publik di Gedung Kemensetneg, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019). 

Sri menjawab, ia ingin membantu memberantas tindak pidana korupsi sehingga menciptakan suatu stabilitas nasional.

"Saya berkeinginan untuk menjadi pimpinan KPK untuk menumpas semua korupsi-korupsi yang ada di negara ini, karena nampaknya korupsi kalau tidak dituntaskan, stabilitas nasionalnya akan terganggu," jawab dia. 

Baca juga: Jika Lolos Jadi Pimpinan KPK, Brigjen Sri Handayani Ingin Lakukan Ini

Ia berikhtiar menekan korupsi hingga seminimal mungkin sehingga masyarakat Indonesia mencapai kesejahteraan. 

Sri menambahkan, ia ingin mengukur diri. Sampai sejauh mana latar belakang dan kemampuan selama ini membawanya dalam tahapan seleksi calon pimpinan KPK. 

Baca juga: Capim KPK Polwan Ini Jelaskan Bagaimana Bisa Beli Rumah Mewah di Solo

Mendengar jawaban Sri, Luhut mengungkapkan keheranannya. Sebab, apabila ingin menumpas koruptor, semestinya Sri bisa melakukannya di institusi asal, yakni Polri. 

"Jadi artinua mau mengupas korupsi, kan Ibu bisa kuliti itu di Polri. Kenapa harus di KPK? Kan polisi menyidik korupsi juga. Kenapa harus di KPK?" lanjut Luhut. 

Sri menjawab, pemberantasan korupsi sudah ia lakukan sejak di Polri. Ia pun ingin melanjutkan kiprahnya dan lebih fokus di pemberantasan tindak pidana korupsi di lembaga antirasuah tersebut.

"Di kepolisian pun saya juga memberantas korupsi. Sebagai contoh, di Kalimantan Barat, tidak ada toleransi bagi aparat yang melakukan pelanggaran," ujar dia.

"Pada 2018, ada 31 anggota Polri yang kami berhentikan tidak hormat, tidak ada toleransi bagi yang melakukan pelanggaran. Setelah di kepolisian, akan saya lanjutkan di KPK," lanjut wanita yang saat ini menjabat Wakil Kepala Polda Kalimantan Barat itu. 

 

Kompas TV Panitia seleksi calon pimpinan KPK tidak akan mengumumkan hasil tes wawancara dan uji publik. Pansel nantinya akan menyerahkan sepuluh nama yang lolos tes langsung kepada presiden. Hasil tes wawancara dan uji publik akan mengerucutkan Capim KPK menjadi 10 nama untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Ketua Tim Pansel KPK, Yenti Garnasih menyebut 10 nama itu akan langsung diberikan kepada Presiden Jokowi pada 2 September mendatang. Keputusan untuk mengumumkan 10 nama ada di tangan presiden dan bukan menjadi wewenang pansel. #PanselCapimKPK #PimpinanKPK #PresidenJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com