JAKARTA, KOMPAS.com - Kurangnya minat anak muda di industri perikanan dan rumah tangga nelayan menjadi ancaman serius bagi kelautan di Indonesia.
Pasalnya, hal tersebut dapat memicu kurangnya nelayan dalam 10-50 tahun yang akan datang.
"Penurunan minat rumah tangga nelayan ini problem besar. Dalam 10-50 tahun lagi kita akan shortened nelayan karena putra nelayan justru tidak mau jadi nelayan," ujar Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Sjarief Widjaja dalam Seminar Nasional bertajuk 'Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Jokowi' di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2019).
Baca juga: Anak-anak Nelayan Tanjung Batu Mengimpikan Emas...
Oleh karena itu, kata dia, yang menjadi tantangan saat ini adalah untuk membalikkan paradigma bahwa profesi nelayan bukanlah profesi yang tidak menarik kepada para generasi muda.
Paradigma bahwa nelayan itu keren, bisnis ikan itu bagus dan menjanjikan harus dipromosikan kepada generasi milenial saat ini.
Penggunaan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook dimanfaatkan untuk membangun pandangan bahwa profesi nelayan bukan hal yang buruk.
Baca juga: Kisah Polisi Kenalkan Laptop dan Internet kepada Anak Nelayan di Buton Selatan
Tempat penampung ikan yang tidak lagi kumuh, nelayan berpakaian rapi, mengenakan sarung tangan, memiliki kapal yang bagus, ada asuransi dan permodalan akan membuat profesi tersebut diminati.
"Kalau itu terjadi, rasanya anak muda mau masuk ke bisnis sektor ini," kata dia.
Persoalan ini, terang dia, menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan agar Indonesia bisa menjadi poros maritim dunia sebagaimana yang telah dicanangkan lima tahun lalu.
Baca juga: Dedikasi Bhabinkamtibmas Demi Minat Baca Anak Nelayan
Kurangnya minat generasi muda nelayan untuk terus menjadi nelayan juga dikarenakan mereka diminta untuk bekerja di tempat lain demi membantu perekonomian keluarga.
"Tidak hanya nelayan, tetapi profesi seperti petani juga kemungkinan seperti itu," pungkas dia.