Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Dituntut 7 Tahun Penjara

Kompas.com - 24/07/2019, 18:46 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Senior Manager Pemasaran PT Hutama Karya Bambang Mustaqim dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/7/2019).

Ia juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Bambang merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan dua proyek pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Eks GM Hutama Karya 7 Tahun Penjara dan Rp 500 Juta

 

Dua proyek itu yakni pembangunan Kampus IPDN Provinsi Sumatera Barat di Kabupaten Agam dan Kampus IPDN Provinsi Riau di Kabupaten Rokan Hilir pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tahun Anggaran 2011.

"Kami menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Bambang Mustaqim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Haerudin saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Bambang juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 500 juta. Jika tidak dibayar 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, hartanya akan disita dan dilelang.

Bambang akan dihukum penjara selama 2 tahun 6 bulan apabila hartanya tidak mencukupi membayar uang pengganti tersebut.

Menurut jaksa, hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, tidak mengakui secara terus terang dan menyesali perbuatannya.

Selain itu, menciderai good corporate governance dan merusak citra PT Hutama Karya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara.

Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga.

Menurut jaksa, Bambang terbukti membantu mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya (Persero) Budi Rachmat Kurniawan mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya atas dua proyek IPDN tersebut.

Caranya dengan memasukkan arranger fee dalam komponen anggaran biaya lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelelangan.

Bambang dianggap mendukung Budi yang melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Baca juga: Mantan GM PT Hutama Karya Didakwa Rugikan Negara Rp 56,9 Miliar

Kemudian, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan, meski pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen. 

Bambang dianggap berperan mengeksekusi arranger fee sehingga turut memperkaya dirinya sebesar Rp 500 juta, Budi sekitar Rp 1 miliar, dan sejumlah pihak lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com