Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Amnesti, Hak Presiden yang Saat Ini Didesak untuk Diberikan Jokowi ke Baiq Nuril

Kompas.com - 08/07/2019, 12:06 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo didesak memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, perempuan korban pelecehan seksual asal Nusa Tenggara Barat yang malah divonis pengadilan karena merekam percakapan mesum kepala sekolah tempat ia bekerja.

Lantas, apa yang dimaksud dengan amnesti?

Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pemberian amnesti merupakan salah satu wewenang prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.

"Amnesti itu kewenangan Presiden sebagai kepala negara meniadakan akibat hukum dari suatu perbuatan seseorang baik yang sudah maupun yang belum dijatuhi hukuman," kata Fickar kepada Kompas.com, Senin (8/7/2019).

Fickar menjelaskan, amnesti yang diberikan Presiden dapat mengembalikan status tidak bersalah kepada seseorang yang sudah dinyatakan bersalah sebelumnya.

Baca juga: Komitmen Jokowi soal Pemberdayaan Perempuan Harus Dibuktikan Lewat Amnesti untuk Baiq Nuril

Dalam kasus Baiq Nuril, kata Fickar, Presiden dapat mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan kepentingan negara melindungi korban pelecehan seksual untuk memberikan amnesti.

"Pertimbangan bisa dititikberatkan pada komitmen perlindungan negara terhadap kekerasan seksual," ujar Fickar.

Saat ditanya mengenai tahapan amnesti, Fickar menyebut Baiq Nuril mesti mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada presiden.

"BN harus mengajukan permohonan dengan melampirkan putusan hukum terakhir/PK, agar ada kepastian bagi Presiden melalui amnesti proses hukum dan hukuman yang mana yang akan dihapuskan," kata Fickar.

Fickar melanjutkan, Presiden nanti juga harus meminta pertimbangan DPR sebelum memberikan amnesti. Namun, keputusan amnesti atau tidak nanti sepenuhnya akan tetap berada di tangan Presiden.

Baca juga: Baiq Nuril: Pak Jokowi bagai Kepala Keluarga dan Saya Anaknya...

Fickar menambahkan, pemberian amnesti juga tidak dikekang oleh waktu. Artinya, amnesti dapat diberikan kapan pun oleh Presiden.

"Tergantung Presiden, dalam undang-undang tidak ada waktu membatasi akan tergantung urgensinya," kata Fickar.

Kasus Baiq Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepsek berinisial M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek bernama Muslim bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq Nuril.

Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Muslim geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut. Kepsek Muslim menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya.

Baiq Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.

Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

Nuril kemudian mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com