Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli 01: Tim Hukum 02 Tidak Tepat Menyitir Pendapat Yusril

Kompas.com - 21/06/2019, 15:38 WIB
Abba Gabrillin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum Eddy OS Hiariej menilai, tim hukum Prabowo-Sandiaga telah menyitir pendapat Yusril Ihza Mahendra yang disampaikan pada sidang sengketa hasil pilpres pada 2014 lalu.

Menurut Eddy, pendapat Yusril yang saat itu membela pemohon gugatan pada 2014, tidak dapat dijadikan pendapat hukum dalam persidangan sengketa hasil pilpres 2019.

Hal itu dikatakan Eddy saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi, Jumat (21/6/2019).

"Kuasa hukum pemohon menyitir pendapat Yusril. Padahal, keterangan itu tidak relevan menjadi rujukan dalam persidangan ini," ujar Eddy yang dihadirkan tim hukum Jokowi-Ma'ruf.

Baca juga: Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Sandi Pakai Argumen Yusril Saat Sengketa Pilpres 2014

Menurut Eddy, gugatan hasil pemilihan presiden pada 2014 lalu telah ditolak oleh MK. Sehingga, dalam konteks hukum pembuktian, keterangan ahli pada saat itu tidak memiliki bobot sebagai bahan pembuktian oleh hakim.

Sebelumnya, tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, MK berwenang memeriksa seluruh tahapan proses Pilpres 2019 terkait permohonan sengketa yang diajukan oleh pihaknya.

Artinya, MK dapat memeriksa seluruh alat bukti yang diajukan terkait dugaan adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif selama pilpres.

Baca juga: Saksi Klarifikasi Tuduhan kepada Moeldoko soal Kalimat Kecurangan Bagian dari Demokrasi

Menurut tim hukum, wewenang MK tidak hanya sebatas pada memeriksa proses hasil penghitungan dan rekapitulasi suara.

Untuk memperkuat pendapatnya itu, tim Prabowo-Sandiaga menggunakan argumen atau keterangan ketua tim kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra.

Saat itu, Yusril berpendapat, MK dalam menjalankan kewenangannya sudah harus melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Yusril mencontohkan, Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com