JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi terus mengembangkan peristiwa bom bunuh diri di Pos Polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (3/6/2019) sekitar pukul 23.00 WIB.
Polisi pun mendalami keterangan pelaku bom bunuh diri yang berinisial RA. Ia menjadi satu-satunya korban dari aksinya tersebut.
Meski sempat terluka parah, pihak Kepolisian menyatakan kondisi RA sudah stabil dan dapat dimintai keterangan.
Berikut beberapa hasil pengembangan polisi dari pelaku:
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap dua terduga teroris hasil pengembangan dari RA.
Terduga teroris pertama berinisial AA alias Umar ditangkap di Lampung, pada Minggu (9/6/2019). Kemudian, terduga teroris kedua berinisial SR ditangkap di wilayah Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada hari yang sama.
"Densus 88 telah melakukan upaya penegakan hukum terhadap 2 tersangka aksi teror, pengembangan kasus ini adalah bagian dari keberlanjutan penanganan kasus upaya aksi bom bunuh dari pada 3 Juni di Kartasura," ungkap Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, saat konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2019).
Pada awalnya, RA tidak menjelaskan secara terbuka perihal pelaksanaan aksinya tersebut. Awalnya polisi menduga RA merupakan lone wolf atau bertindak sendiri.
Namun, setelah diperiksa secara intensif, aksi bom bunuh diri itu diketahui terjadi dari hasil kerja ketiga orang tersebut.
"Awalnya kita menyimpulkan ini adalah sebuah upaya lone wolf tapi ternyata setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, dapat diungkapkan bahwa kasus ini terjadi karena adanya sebuah kerja sama dari 3 tersangka tersebut," tutur Asep.
Menurut keterangan polisi, RA, AA alias Umar, dan SR berbaiat langsung kepada pimpinan ISIS Abu Bakar Al Baghdadi melalui media sosial.
"Yang jelas mereka ini sama-sama bersimpati kepada ISIS dengan berbaiat kepada Abu Bakar Al Baghdadi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Asep, ketiga pelaku tidak berafiliasi dengan jaringan teroris manapun di Indonesia. Namun, kemungkinan afiliasi dengan jaringan tertentu masih terus didalami.
Meski tak terkait dengan jaringan manapun, para pelaku dapat terpapar radikalisme melalui dua cara.
Cara pertama adalah berbaiat dengan pimpinan kelompok teroris dan belajar dari pemimpinnya, ditambah dengan buku-buku perihal jihad.