Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding Tak Adil Tangani Ancaman ke Jokowi karena Isu SARA, Ini Kata Polri

Kompas.com - 13/05/2019, 18:29 WIB
Mela Arnani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pria dengan inisial HS (25) ditangkap polisi karena telah mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo. Saat mengeluarkan ancaman itu, HS sedang ikut demonstrasi di Gedung Bawaslu pada Jumat (10/5/2019) dan terekam dalam sebuah video.

Penangkapan HS ini membuat kasus lama mengenai pemuda bernama RJ (16) yang pernah mengancam Jokowi kembali terangkat. Sebab, RJ disebut telah bebas walau pernah mengancam akan menembak Presiden Jokowi.

Isu SARA dan rasialisme pun muncul karena sebuah unggahan menyebut bahwa polisi tidak memberikan tindakan hukum kepada RJ hanya karena dia anak keturunan Tionghoa. Sedangkan, HS yang disebut sebagai "anak pribumi" ditulis mendapat ancaman hukuman mati.

Sebuah gambar dengan foto RJ diunggah pada Minggu (12/5/2019) malam dengan narasi sebagai berikut:

Tangkapan layar di media sosial Facebook tentang video ancaman JokowiFacebook Tangkapan layar di media sosial Facebook tentang video ancaman Jokowi
POLISI DAGELAN

ANAK CHINA ANCAM TEMBAH JOKOWI DIBEBASKAN DENGAN DALIH LUCU-LUCUAN

ANAK PRIBUMI ANCAM PENGGAL JOKOWI LANGSUNG TANGKAP & DIANCAM HUKUMAN MATI

SELAMAT DATANG DI NEGRI BAGIAN RRC YANG BERNAMA INDONESIA

Unggahan di Facebook tersebut per Senin (13/5/2019) sore telah dibagikan lebih dari 7.000 kali dan mendapatkan lebih dari 200 komentar dari warganet lainnya.

Bantahan polisi:

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Dedi Prasetyo membantah unggahan bernuansa rasialisme itu. Menurut Dedi, polisi tetap melanjutkan kasus hukum terhadap RJ.

Bahkan, menurut Dedi, RJ telah mendapatkan vonis dari pengadilan negeri.

"Kasusnya sudah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan sudah menjalani proses persidangan serta sudah penjatuhan vonis dari pengadilan negeri," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/5/2019) sore.

Sebelumnya, RJ memang tidak ditahan karena usianya yang masih di bawah umur.Namun, RJ telah ditempatkan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur.

Saat itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono menuturkan alasan pihaknya tak menahan RJ.

"Kalau mengacu Pasal 32 Ayat 2 (Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012) tentang sistem Peradilan Pidana Anak, didasari oleh itu, dinyatakan penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan kalau anak itu berumur 14 tahun atau lebih, itu yang pertama. Dan yang kedua adalah anak tersebut mendapat ancaman pidana 7 tahun," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Jumat (25/5/2018).

Baca juga: Alasan Polisi Tak Menahan Remaja yang Hina Presiden Jokowi

Hingga saat ini belum diketahui kelanjutan kasus RJ di persidangan. Kompas.com kembali menghubungi Argo Yuwono pada Senin ini untuk diminta tanggapan mengenai kasus RJ. Namun, dia tidak mau memberi tanggapan.

Kompas.com juga telah menghubungi pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait dengan vonis yang dijatuhkan untuk RJ.

Akan tetapi, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Nirwan Nawawi menyatakan bahwa dia akan menelusuri informasi itu.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com