Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terima SPDP Kasus Bachtiar Nasir, Kejagung Tunjuk 3 JPU Ikuti Perkembangan Penyidikan

Kompas.com - 10/05/2019, 10:26 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung RI menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus yang melibatkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir.

Bachtiar ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal pengalihan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua (KUS).

"Penyidik Tindak Pidana Umum dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Tipideksus) Bareskrim Polri telah mengirimkan SPDP Nomor: 97/V/Res.2.3/2019/DIT.TIPIDEKSUS Tanggal 3 Mei 2019 atas nama tersangka inisial BN kepada Jaksa Penuntut Umum pada JAMPidum Kejaksaan Agung RI," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mukri, melalui keterangan tertulis, Jumat (10/5/2019).

Baca juga: Perkembangan Terakhir dari Kasus Bachtiar Nasir di Tahun 2019

Mukri menuturkan Kejagung sudah menunjuk tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memantau perkembangan penyidikan.

"Dan jajaran JAMPidum telah menunjuk 3 Jaksa Penuntut Umum (P-16) untuk mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Tipideksus Bareskrim Polri," ujarnya.

Dalam rilis tersebut, Bachtiar disebutkan dijerat dengan Pasal 70 jo Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 atau Pasal 374 KUHP jo. Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.

Baca juga: Polisi Sebut Telah Periksa Puluhan Saksi Terkait Kasus Bachtiar Nasir

Kemudian, Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terkait kasus ini, Bachtiar diketahui mengelola dana sumbangan masyarakat sekitar Rp 3 miliar di rekening Yayasan KUS.

Baca juga: Kata Prabowo soal Kasus TPPU yang Jerat Bachtiar Nasir

Dana tersebut diklaim Bachtiar digunakan untuk mendanai Aksi 411 dan Aksi 212 pada tahun 2017 serta untuk membantu korban bencana gempa di Pidie Jaya, Aceh dan bencana banjir di Bima dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Namun, polisi menduga ada pencucian uang dalam penggunaan aliran dana di rekening yayasan tersebut.

Kompas TV Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Bachtiar Nasir sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS) sebenarnya telah bergulir sejak Februari 2017 lalu. Saat itu, Bachtiar Nasir yang masih menjabat sebagai Ketua GNPF MUI juga telah diperiksa polisi, meski belum ditetapkan sebagai tersangka. Rabu (8/5), Bachtiar Nasir dijadwalkan diperiksa. #BachtiarNasir #GNPFMUI #PencucianUang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com