Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendagri Sampaikan Catatan Pemilu 2019: Usul E-Voting hingga Pisahkan Pilpres dan Pileg

Kompas.com - 07/05/2019, 12:04 WIB
Jessi Carina,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan sejumlah catatan yang akan menjadi bahan evaluasi pemerintah terhadap pelaksanaan Pemilu 2019

Tjahjo mengatakan catatan ini akan dibahas bersama-sama dengan lembaga negara lain setelah tahapan pemilu selesai.

"Salah satu yang perlu dicermati adalah apakah 5 tahun ke depan sudah saatnya memakai e-voting," ujar Tjahjo dalam rapat kerja bersama Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Baca juga: Jelang Pengumuman Hasil Pemilu, Densus 88 Diminta Waspadai Tempat Ramai Anggota Polisi dan WNA

Tjahjo mengatakan, bisa saja e-voting ini masuk dalam pembahasan Undang-undang Pemilu selanjutnya.

Hal kedua yang menjadi catatan adalah mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu serentak.

Menurut Tjahjo, perlu ada kajian lagi mengenai tafsir "serentak" yang ada dalam putusan MK.

"Serentaknya itu tidak disebutkan harus jam, hari, bulan yang sama. Apakah serentaknya itu nanti boleh di minggu yang sama atau bulan berbeda. Kita perlu konsultasi lagi dengan MK," kata Tjahjo.

Baca juga: Hakim MK Siap Menginap di Kantor Urusi Sengketa Pemilu

Menurut Tjahjo pelaksanaan pemilu dari mulai Pilpres dan Pileg yang dilaksanakan bersamaan ini memberikan beban berat bagi petugas di lapangan.

Dia membayangkan pelaksanaan pemilu 5 tahun ke depan. Jika sistem yang digunakan masih sama, artinya masyarakat akan mendapat tambahan surat suara saat mencoblos. Sebab pemilihan kepala daerah juga akan digelar pada saat itu.

"Simulasi kami 5 kertas suara saja perlu waktu di atas 15 menit. Apalagi kalau ditambah 2 kertas suara lagi misalnya," kata Tjahjo.

Baca juga: Penembak Jitu Disiagakan di Lokasi Hitung Suara Pemilu 2019 KPU Jatim

Dalam evaluasi nanti, Tjahjo mengatakan bisa saja ada usulan pelaksanaan Pilpres dan Pileg dipisah. Misalnya Pilpres dilakukan serentak dengan Pilkada. Sedangkan Pileg dilaksanakan secara terpisah.

Selain itu, evaluasi lainnya adalah soal jumlah pemilih di tiap tempat pemungutan suara (TPS).

"Seandainya serentak, apakah per TPS harus maksimum 300 orang? Sekarang saja dengan jumlah 300 pemilih bisa lebih 24 jam penghitungannya," kata dia.

Rapat kerja ini dipimpin oleh Ketua DPD RI Oesman Sapta Odang. Selain Tjahjo, beberapa pemimpin lembaga lain juga hadir seperti Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Asisten Khusus Jaksa Agung Asep Nana Mulyana.

Kompas TV Memasuki bulan Ramadan, Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror berhasil menangkap enam terduga teroris yang diduga merupakan sel dari jaringan Jaringan Ansharut Daulah atau JAD di Bekasi, Jawa Barat. Benarkah kelompok teroris ini akan melakukan bom bunuh diri di saat bulan Ramadan dan memanfatkan momen pasca-pemilu 2019? Apa motif dan tujuan dari kelompok teroris ini? Simak dialognya dengan Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo dan analis intelijen dan terorisme, Ridlwan Habib. #Teroris #Ramadan #JAD

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com