Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ungkap Rencana "Serangan Fajar", Penyelenggara Pemilu Diminta Tingkatkan Pengawasan

Kompas.com - 29/03/2019, 22:14 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, penyelenggara pemilu perlu lebih ketat dalam mengawasi praktik politik uang.

Hal itu ia sampaikan terkait penangkapan anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso, dalam kasus dugaan menerima suap. Bowo diduga mengumpulkan uang suap untuk "serangan fajar".

"Kasus ini mengirimkan pesan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu agar bisa maksimal mengawasi setiap kandidat, khususnya mereka yang petahana," kata Lucius saat dihubungi oleh Kompas.com, Jumat (29/3/2019).

Bowo diketahui merupakan calon anggota legislatif (caleg) di daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kudus, Jepara, dan Demak.

Baca juga: Partai Golkar Sebut Rencana Serangan Fajar Bowo Sidik Tak Terkait Pilpres

Lucius menjelaskan, kasus tersebut menunjukkan praktik politik uang masih berada dalam pusaran masalah pada pemilihan umum (pemilu).

Penangkapan Bowo juga dinilainya membuktikan tingginya biaya pemilu, apalagi jika politik uang masih kerap dijadikan andalan.

Berkaca dari hal tersebut, Lucius pun berharap khususnya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengantisipasi praktik tersebut.

"Bawaslu khususnya harus bisa mencarikan jalan untuk memastikan senjata uang para politisi tak merusak integritas pemilu," ungkapnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bowo Sidik sebagai tersangka. Bowo diduga sudah menerima uang sebanyak enam kali dengan nilai mencapai Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.

Pihak terduga pemberi suap adalah Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.

Baca juga: Erick Thohir: Serangan Fajar Bowo Sidik Tak Ada Hubungannya dengan Pilpres

Uang yang diterima Bowo diduga merupakan penerimaan suap dan gratifikasi sebagai anggota Komisi VI DPR.

Uang itu juga diduga dipersiapkan untuk dibagikan kepada warga atau kerap diistilahkan dengan "serangan fajar" terkait pencalonannya sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2019.

Atas perbuatannya, Bowo disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 

Kompas TV KPK menetapkan anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka penerima gratifikasi kasus penyewaan kapal untuk distribusi pupuk. Selain Bowo, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya dari pihak swasta. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyatakan Bowo menggunakan posisinya sebagai anggota DPR untuk membantu melancarkan kerja sama antara perusahaan pelayaran dan BUMN Pupuk. Menurut Basaria, Bowo meminta fee 2 dolar AS untuk setiap metrik ton pupuk yang diangkut. Dari penyelidikan terungkap tersangka Bowo sudah 7 kali menerima gratifikasi. Dari 2 lokasi KPK pun menyita uang tunai sebesar Rp 89,4 juta serta Rp 8 miliar yang disimpan dalam 84 kardus. Wakil Ketua KPK Basarian Panjaitan menyatakan uang suap yang diterima anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso akan digunakan untuk kepentingan kampanye Pileg 2019. Lantaran Bowo kini adalah caleg DPR dari salah satu daerah pemilih Jawa Tengah. #BowoSidikPangarso #DistribusiPupuk #OTTKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com