JAKARTA, KOMPAS.com - Korporasi kembali terjerat dalam kasus korupsi. Kali ini, PT Merial Esa ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK pun membekukan rekening PT ME yang berisi uang Rp 60 miliar.
Perusahaan tersebut diduga menyuap mantan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat secara bertahap.
PT Merial Esa menjadi korporasi kelima yang pernah dijerat KPK. KPK sudah memproses tiga korporasi dalan kasus korupsi dan satu korporasi dalam kasus pencucian uang.
Baca juga: Pengembangan Kasus Bakamla, KPK Tetapkan PT Merial Esa sebagai Tersangka
"Hal ini kami harap juga menjadi pembelajaran bagi korporasi lain. Karena jika korporasi diproses, baik dalam kasus suap ataupun kerugian keuangan negara, maka KPK akan memproses keuntungan yang didapatkan akibat tindak pidana tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (4/3/2019).
Febri kembali mengingatkan agar korporasi di Indonesia membangun sistem pencegahan korupsi dan memastikan tidak memberikan suap untuk mengurus anggaran, memenangkan tender ataupun memperoleh perizinan tertentu.
Ia pernah memaparkan, sebagian besar negara di dunia sudah sepakat untuk menindak korporasi-korporasi yang terindikasi terlibat dalam kejahatan korupsi.
Sebab, kata Febri, banyak fakta-fakta di dunia yang menunjukkan kejahatan korupsi tak hanya dilakukan oleh perseorangan, melainkan juga korporasi.
Oleh karena itu, penguatan sistem pengendalian internal korporasi dinilai penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat.
"Karena ada korporasi yang mendapatkan proyek, misalnya, dengan memberikan suap, sementara ada korporasi yang tidak memberikan suap. Maka itu (menciptakan) persaingan yang tidak sehat," kata dia.
Baca juga: Perjalanan Kasus Bakamla, dari OTT KPK hingga Dijeratnya Korporasi
KPK juga mengingatkan, apabila korporasi terjerat dalam kejahatan korupsi, masyarakat yang menggunakan layanan barang atau jasa dari korporasi akan menjadi pihak yang paling dirugikan.
"Kalau korporasi memberikan suap, misalnya, yang dirugikan akhirnya masyarakat. Masyarakat harus membayar jauh lebih mahal produk tersebut karena ada biaya suap di situ," kata dia.
"Jadi ada faktor yang kita lihat bahwa proses korporasi baik dari aspek penindakan dan pencegahan itu sangat krusial," lanjutnya.