Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MLA Tak Maksimal jika Tak Diikuti Penguatan Penegakan Hukum Berbasis Pemulihan Aset

Kompas.com - 14/02/2019, 13:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) antara pemerintah Indonesia dengan negara lain dinilai tak akan berjalan maksimal jika tidak diikuti penguatan penegakan hukum yang memprioritaskan pemulihan aset (asset recovery).

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, penegakan hukum yang mempriotaskan pemulihan aset oleh Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih lemah.

"Penegakan hukum yang tidak meletakkan prioritasnya pada asset recovery dalam konteks pemberantasan korupsi, itu pasti tidak akan pernah menimbulkan efek jera," kata Adnan dalam diskusi bertajuk 'Urgensi Mutual Legal Assistance antara Indonesia dan Swiss', di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Adnan merujuk data ICW tentang tren penanganan korupsi tahun 2018. Sebanyak 454 kasus korupsi ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

Baca juga: Kejagung Kerja Sama dengan PT Pegadaian, dari Pemulihan Aset hingga Bantuan Hukum

Menurut dia, orientasi penegakan hukum berbasis pemulihan aset bisa dilihat dari penanganan perkara.

"Apakah dalam penanganan perkara penegak hukum juga menjerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau gratifikasi itu salah satu cara. Dari 450 kasus itu, hanya 7 kasus dijerat kejahatan TPPU, itu pun 1 Kejaksaan, 6 KPK, dan Kepolisian tidak melakukan itu untuk 2018," kata dia.

"Jadi kalau kita mengaitkan pada data ini, kita sendiri keropos di dalam. Yang di dalam negeri aja alih-alih untuk mengejar aset tidak dilakukan, apalagi mengejar ke luar negeri," sambung Adnan.

Adnan memaparkan, berdasarkan data ICW tentang tren vonis kasus korupsi, upaya mendorong strategi penegakan hukum berbasis pemulihan aset masih lemah.

Baca juga: Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Terjalin, KPK Harap Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum

ICW mencatat, total kerugian negara dari kasus korups yang divonis mencapai Rp 29 triliun. Sementara, hukuman pidana denda dan uang pengganti hanya Rp 1,5 triliun.

"PR kita di dalam jauh lebih besar daripada keberhasilan yang didengungkan pemerintah untuk menandatangani perjanjian semacam MLA ini, karena itu sama sekali tidak memberi dampak apabila pondasinya di dalam negerinya tidak diperkuat. Apabila organisasi penegakan hukum tidak direformasi dan integritasnya tidak diperbaiki," kata Adnan.

Oleh karena itu, Adnan menekankan penegakan hukum yang memprioritaskan pemulihan aset bisa memiskinkan pelaku korupsi.

Hal itu dinilainya bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku.

"MLA itu tahap awal untuk melakukan penegakan hukum bagaimana agar asset recovery itu menjadi inti kerja penegakan hukum, karena kejahatan itu nadinya uang," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com