Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Baca, Jokowi Tak Mau Komentar soal Tabloid Indonesia Barokah

Kompas.com - 25/01/2019, 16:04 WIB
Ihsanuddin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo belum mau berkomentar soal beredarnya tabloid Indonesia Barokah pada masa kampanye Pilpres 2019.

Alasannya, Jokowi mengaku belum pernah membaca dan melihat langsung tabloid tersebut.

Ia baru akan berkomentar lebih jauh soal tabloid tersebut jika sudah membaca langsung.

"Saya belum pernah baca. Saya cari, sebentar lagi. Saya cari. Kalau sudah cari, ketemu, baca, baru saya komentar," kata Jokowi di Alun-alun Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (25/1/2019).

Tabloid 'Indonesia Barokah' sebelumnya sudah tersebar ke sejumlah daerah di Jawa. Tabloid tersebut disebar ke masjid-masjid dan pondok pesantren.

Baca juga: BPN Prabowo-Sandi Berencana Laporkan Tabloid Indonesia Barokah ke Bareskrim

Kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menganggap tabloid tersebut sebagai bentuk kampanye hitam.

Namun, Jokowi sendiri sampai saat ini belum bisa memastikan apakah tabloid Indonesia Barokah itu mengandung kampanye hitam yang merugikan rivalnya di Pilpres 2019.

"Saya baca dulu, apakah yang disampaikan black campaign, apakah negative campaign, apakah fakta-fakta," ujar calon presiden nomor urut 01 ini.

Baca juga: Tabloid Indonesia Barokah yang Dikirim via Pos Ditemukan Tersebar di 4 Kecamatan di Solo

Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno sebelumnya menilai, tabloid Indonesia Barokah adalah bagian dari kampanye hitam pada Pemilu 2019.

Pasalnya, tabloid tersebut memuat pemberitaan yang tendensius terhadap dirinya dan Prabowo Subianto serta ketidakjelasan siapa yang bertangung jawab.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana melaporkan penanggung jawab Tabloid Indonesia Barokah ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Namun, BPN akan lebih dulu mendengar tanggapan dari Dewan Pers.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com