Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Teror dan Lemahnya Perlindungan terhadap Pegiat Antikorupsi

Kompas.com - 10/01/2019, 09:45 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai bahwa dugaan teror yang dialami pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan akibat dari impunitas atau tidak adanya penghukuman terhadap para pelaku pada kasus-kasus serupa.

Dua bom molotov dilemparkan ke rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada Rabu (9/1/2019).

Sementara itu, sebuah tas disangkutkan di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo. Polisi memastikan tas di pagar rumah Agus itu bukan berisi bom.

"Dua kasus itu sebenarnya adalah bukti keberulangan akibat dari tidak adanya penghukuman atas kasus-kasus serupa di masa sebelumnya," ujar Usman saat menjadi narasumber di acara Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (9/1/2019) malam.

Baca juga: Wadah Pegawai Harap Tak Ada Lagi Teror kepada KPK

Menurut Usman, dugaan teror terhadap pimpinan KPK tak bisa dilepaskan dari dua kasus serupa yang pernah terjadi.

Pada 2010, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun diserang oleh orang tak dikenal.

Kemudian April 2017, penyidik KPK Novel Baswedan diserang oleh sejumlah orang tak dikenal menggubakan air keras seusai shalat subuh.

Dalam kedua kasus tersebut, pihak kepolisian belum bisa mengungkap para pelaku maupun motifnya.

Baca juga: Teror Bersamaan di Rumah Dua Pimpinan KPK...

Usman mengatakan, kasus-kasus kekerasan terhadap pegiat anti-korupsi akan terus terjadi jika kasus serupa tak dapat dituntaskan oleh pihak kepolisian.

Di sisi lain, penuntasan kasus merupakan salah satu bentuk jaminan perlindungan terhadap pegiat anti-korupsi yang harus diberikan oleh pemerintah.

"Karena itu jika semua tidak dituntaskan maka keberulangan hari ini adalah suatu keniscayaan. Kecuali kita menghukum mereka yang menyerang Novel maka saya rasa ada jaminan perlindungan," kata Usman.

Kompas TV Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriyawan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus suap proyek Meikarta yang menyeret nama bupati kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi Aher menjelaskan alasannya tidak hadir dalam 2 jadwal pemeriksaan sebelumnya adalah karena miss komunikasi antara dirinya dan KPK baik pada pemanggilan pertama 20 Desember 2018 maupun pada pemanggilan kedua pada 7 Januari 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com