JAKARTA, KOMPAS.com – Pasangan calon presiden dan wakil presiden secara resmi telah melaporkan Laporan Sumbangan Penerimaan Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2019 kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 1 Januari 2019 lalu.
Laporan tersebut memuat pencatatan sumber dana kampanye mulai dari 23 September 2018. Nomimal dana kampanye yang dikumpulkan kedua paslon tidak jauh berbeda, untuk paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebesar Rp 55,9 miliar, sedangkan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Rp 54 miliar.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, terdapat sumber dominan yang kontras di antara keduanya. Asal dana kampanye Jokowi-Ma’ruf didominasi sumbangan dua kelompok sebesar 86 persen. Sedangkan dana kampanye Prabowo-Sandi kebanyakan merupakan sumbangan paslon sebesar 97 persen.
Baca juga: Komunitas Golf Sumbang Dana Kampanye Rp 37,9 Miliar untuk Jokowi-Maruf
Peneliti korupsi ICW Almas Sjafira mengatakan, berdasarkan analisa ICW, terdapat sumbangan dari Perkumpulan Golfer TBIG (Rp 19,7 miliar) dan Golfer TRG (Rp 18,2 miliar) dalam LPSDK Jokowi-Ma'ruf. Sumbangan dari kedua perkumpulan tersebut mencapai 86 persen dari total penerimaan.
"TBIG diduga dari PT Tower Bersama Infrastructure Tbk sedangkan TRG diduga dari PT Teknologi Riset Global Investama. Nah, kedua perusahaan ini sahamnya dimiliki Wahyu Sakti Trenggono, bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN)," ujar Almas di kantor ICW, Jakarta, Rabu (8/1/2019).
Menurut Almas, hal itu menjadi pertanyaan besar tentang siapa penyumbang atau dari mana asal dana kelompok perkumpulan Golfer tersebut.
"Apabila perseorangan, mengapa tidak dilaporkan dan dicatat sebagai sumbangan perseorangan. Namun apabila perusahaan, mengapa tidak disumbangkan atas nama sumbangan perusahaan," ungkapnya.
Dia menambahkan, ICW menduga sumbangan melalui kelompok tersebut bertujuan mengakomodasi penyumbang yang tidak ingin diketahui identitasnya.
Hal itu mengingat regulasi dana kampanye Pemilu 2019 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan sumbangan maksimal perorangan sebesar Rp 2,5 miliar. Adapun untuk kelompok, perusahaan atau badan usaha nonpemerintah maksimal Rp 25 miliar.
"Teknik pemecahan sumbangan dan penyamaran sumber asli dana kampanye diduga umum terjadi pada pemilu," imbuh Almas.
Baca juga: ICW Menduga Penyumbang Terbesar Dana Kampanye Jokowi-Maruf Disamarkan
Teknik tersebut bertujuan menghindari sanksi penerimaan sumbangan dana kampanye yang melibihi batas yang diatur dalam UU tentang Pemilu Pasal 525 Ayat (1). Aturan tersebut berbunyi “Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Untuk itu, ICW merekomendasikan KPU dan Bawaslu guna menelusuri komunitas Golfer dan mengetahui status badan hukum perkumpulan tersebut
"KPU dan Bawaslu penting membuka dan menelusuri lebih lanjut asal dana kelompok perkumpulan golfer TBIG dan golfer TRG. Soalnya, setiap pihak yang menyumbang wajib menyampaikan asal perolehan dana dalam surat pernyataan penyumbang," tutur Almas.
Menurutnya, kelompok Golfer tersebut terkesan sebagai penampung donasi-donasi perseorangan sebelum dimasukkan ke LPSDK.