Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepolisian Harus Bekerja Cepat Usut Teror terhadap Pimpinan KPK

Kompas.com - 09/01/2019, 19:02 WIB
Christoforus Ristianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mendesak kepolisian untuk bekerja cepat menangani kasus ledakan molotov di rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhmmad Syarif.

Demikian pula penemuan benda mencurigakan yang digantung di pagar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo.

"Polisi harus kerja cepat membongkar kasus ini sehingga menghindari spekulasi politik keamanan dalam negeri sampai penegakan hukum," kata Donal ketika ditemui di kantor ICW, Jakarta, Rabu (8/1/2019).

Sebelumnya, rumah Laode di Jalan Kalibata Selatan Nomor 42, Jakarta Selatan, dilempar bom molotov pada Rabu dinihari, sekitar pukul 01.00 WIB. Hal ini berdasarkan pengakuan dari warga sekitar, Suwarni.

Baca juga: KPK Serahkan Penanganan Kasus Dugaan Teror di Rumah 2 Pimpinan ke Polri

 

Menurut Donal, teror tersebut akan terus terjadi jika kepolisian tidak mengungkapkan peristiwa teror terhadap Pimpinan KPK.

Dia menyebutkan, pada Januari 2008, ada teror bom di Gedung KPK sehingga membuat seluruh pegawai turun untuk menyelamatkan diri.

"Selang setahun kemudian, di Juli 2009, teror kembali terjadi saat ada seseorang yang menelepon KPK dan menyebut ada bom yang sudah diletakkan di KPK," kata dia.

Oleh karena itu, teror kepada pimpinan KPK bukan merupakan teror pertama, melainkan sudah berulang kali terjadi.

Terakhir, teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, pada April 2017. Hingga kini, kasus itu belum terungkap.

"Teror akan terus terjadi lagi kalau pelakunya tidak diungkap kepolisian," kata dia.

Baca juga: Polisi Bentuk Tim untuk Usut Teror terhadap Pimpinan KPK

Donal mengatakan, bukan tak mungkin teror ini terjadi karena ada kasus besar yang sedang diselidiki oleh KPK. 

"Teror kepada Novel kan salah satu contohnya. Kasus-kasus yang diselidiki memang rawan munculnya serangan teror," ujar Donal.

Donal juga menyarankan KPK untuk menelaah secara internal mengenai kasus-kasus apa saja yang berpotensi munculnya teror terhadap mereka.

"Apa saja kasus yang potensial, apakah karena perkara yang sedang diselidiki ataukah kasus yang sedang dalam proses penuntutan dalam perkara-perkara besar," ujar Donal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com