Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituduh Lakukan Pelecehan, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Mundur dari Jabatan

Kompas.com - 30/12/2018, 16:40 WIB
Jessi Carina,
Dian Maharani

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pengawasan BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Syafri ingin fokus terhadap penyelesaian hukum atas kasus dugaan pelecehan terhadap anak buah yang dituduhkan kepadanya.

"Dengan ini, saya menyatakan mundur dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan agar saya dapat fokus dalam upaya penegakan keadilan," ujar Syafri dalam konferensi pers di Hotel Hermitage, Minggu (30/12/2018).

Syafri mengatakan, surat pengunduran dirinya akan segera dikirim ke Presiden RI Joko Widodo dan pihak terkait lain. Dia tidak ragu memproses hukum RA, mantan asisten ahlinya karena menuduhnya melakukan perkosaan.

Baca juga: Dituduh Lakukan Pelecehan, Anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Akan Laporkan RA ke Polisi

"Saya tidak akan ragu untuk membawa ke proses hukum setiap orang yang melakukan kesewenangan dalam menghakimi seseorang secara sepihak dan berlawanan dengan segala peraturannya," kata dia.

Dengan pengunduran diri ini, Syafri menegaskan dirinya bukan berarti mengaku bersalah. Sebaliknya, dia membantah semua tuduhan RA dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, pengunduran dirinya karena tidak ingin mengganggu kinerja internal BPJS Ketenagakerjaan.

"Saya mundur bukan berarti saya mengaku salah. Tidak akan pernah," ujar Syafri.

Pengakuan RA

Mantan tenaga kontrak Asisten Ahli Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Dewas BPJS-TK), RA (27), diduga menjadi korban kejahatan seksual oleh anggota Dewas BPJS-TK berinisial SAB.

RA mengaku diperkosa 4 kali selama periode April 2016 hingga November 2018.

"Saya adalah korban kejahatan seksual yang dilakukan atasan saya di Dewan Pengawas BPJS TK," kata Melati saat memberikan kesaksian pengungkapan di Gedung Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Jakarta, Jumat (28/12/2018).

Selain pemerkosaan, RA mengaku berulang kali mengalami pelecehan seksual baik di dalam maupun di luar kantor.

Baca juga: Staf Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Dipecat setelah Melapor Diperkosa Atasannya

Sejak pertama kali mengalami kekerasan seksual pada 2016, RA mengaku dirinya sudah melaporkan tindak tersebut kepada AW dan yang terbaru yaitu pada 28 November 2018 kepada anggota Dewas BPJS-TK lainnya berinisial GW.

Kemudian, GW berjanji akan melindunginya, khususnya saat dinas ke luar kota. Ternyata perlindungan tersebut tidak pernah diberikan sehingga dirinya terus menjadi korban pelecehan dan pemaksaan hubungan seksual.

Bahkan, RA justru mendapatkan surat pemutusan hubungan kerja dua hari setelah mengadu.

"(Surat PHK) sama sekali meniadakan masalah sesungguhnya, yaitu kejahatan seksual dewan, padahal saya sudah ceritakan pada tanggal 28 November 2018 kepada GW, dan tahun 2016 silam kepada AW tentang pemaksaan hubungan badan," terang RA.

"Saya merasa jijik dengan apa yang terjadi. Bila saya bisa menghindar, saya pasti menghindar. Namun saya tidak selalu bisa menghindar sehingga pelaku dengan beragam modus telah empat kali melakukan pemerkosaan di luar kantor," sambungnya.

Dalam menyampaikan kesaksiannya ini RA didampingi sejumlah aktivis perlindungan perempuan antara lain Ade Armando, Sigit Widodo, Indra Budi Sumantoro, Aisha Nadira, Irwan Amrizal, Agus Sari, Gorbachev, dan Tati Wardi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com