JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pembangunan rumah warga di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih menghadapi sejumlah kendala setelah gempa mengguncang daerah tersebut pada 5 Agustus 2018.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengungkapkan bahwa fasilitator yang mendukung percepatan pembangunan rumah warga masih kurang.
"Karena persyaratannya adalah harus dibentuk atau harus dibantu oleh fasilitator. Di lapangan memang untuk fasilitator ini masih kurang," kata Willem saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (19/12/2018).
Baca juga: 4 Bulan Pasca-gempa Lombok, Ini Perkembangan Penanganannya
Berdasarkan data BNPB, terdapat 803 orang fasilitator yang melakukan pendampingan untuk membangun rumah yang rusak berat. Padahal, jumlah pendamping yang dibutuhkan adalah 1.700 orang.
Kekurangan tersebut akan diupayakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR).
Sementara pendamping untuk rumah rusak sedang dan ringan akan direkrut oleh pemerintah daerah, yang akan segera diajukan ke BNPB.
Baca juga: Sulitnya Mengerahkan SDM di Lombok Jadi Kendala Pembangunan Rumah Pascagempa
Kendala berikutnya terkait dengan kelompok masyarakat (pokmas). Pembentukan pokmas tersebut untuk membantu pencairan dana bantuan kepada korban gempa bumi di Lombok.
Willem mengatakan bahwa dana belum tersalurkan ke masyarakat. Hal itu dikarenakan masih ada perbedaan pendapat soal kerusakan rumah.
"Anggaran sudah sampai di pemerintah daerah namun masih tertahan, belum seluruhnya bisa disampaikan kepada masyarakat karena ada perbedaan validasi dan verifikasi tentang tingkat kerusakan rumah," jelasnya.
Baca juga: Pascagempa Lombok, Baru 198 Rumah yang Dibangun
Jumlah pokmas yang terbentuk juga belum memenuhi target. Saat ini, terdapat 1.239 pokmas untuk rumah dengan rusak berat.
Menurut perhitungan BNPB, seharusnya terdapat 5.011 pokmas untuk 75.138 rumah rusak berat.
Pokmas untuk rumah rusak sedang dan ringan juga belum terbentuk, kecuali di daerah Sumbawa Barat.
Baca juga: Pemerintah Sarankan Rumah Hunian Sementara di Lombok Tak Berbahan Dasar Kayu
Kendala terakhir adalah ketersediaan bahan bangunan. Meski bahan bangunan untuk rumah konvensional mencukupi, bahan untuk rumah instan sederhana sehat (risha) belum terpenuhi.
BNPB mengungkapkan, produksi panel untuk rumah metode risha masih terbatas. Panel yang dibuat dari bahan beton bertulang, yang merupakan campuran semen, pasir, dan kerikil.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hanya memiliki kapasitas produksi sebanyak 30 unit rumah per harinya.
Baca juga: Cerita Jokowi soal Bantuan Gempa Lombok yang 2,5 Bulan Belum Cair
Di sisi lain, peminat risha sebanyak 6.917 kepala keluarga (KK). Rumah yang saat ini sedang dibangun adalah 1.582 unit.
Keterbatasan material juga terjadi untuk rumah berjenis rumah instan kayu (rika). Mengacu pada data BNPB, sebesar 65 persen masyarakat Lombok berminat terhadap rumah ini.
Sebesar 41 persen masyarakarat Lombok Timur dan 36 persen rakyat Sumbawa juga berminat pada rika. Namun, stok bahan baku kayu tersebut terbatas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.