Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Prioritaskan HAM di Papua, Bukan Hanya Membangun Insfrastruktur

Kompas.com - 07/12/2018, 21:16 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior untuk isu Papua, Adriana Elisabeth, mengatakan, salah satu persoalan yang kerap terjadi di Papua adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus kepada pembangunan infrastruktur Papua, tetapi juga menempatkan kasus pelanggaran HAM sebagai prioritas.

Meski demikian, Adriana mengakui bahwa pembangunan fisik di Tanah Cendrawasih dapat menjadi salah satu jalan keluar penyelesaian kasus tersebut.

Hal itu disampaikan dalam diskusi "4 Tahun Paniai Berdarah, Janji Jokowi, dan Kondisi HAM dan Keamanan Terkini di Papua", di kantor Amnesty International, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).

Baca juga: Panglima TNI: Korban Penembakan di Papua adalah Pahlawan Pembangunan

"Penyelesaian pembangunan atau optimalisasi pembangunan, semua kemajuan itu akan berkorelasi positif. Tapi, kalau pembangunannya saja dilakukan tanpa penyelesaian HAM, korelasinya pasti negatif," kata mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu.

Adriana menyebut, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu upaya pemerintah dalam memenuhi hak rakyat Papua. Tetapi, isu utama pelanggaran HAM justru belum tersentuh.

Adriana melihat, selama ini ada kesan pemerintah takut untuk menyelesaikan kasus HAM di Papua. Padahal, mengingat sejumlah kasus yang terjadi, aspek yang dapat dikaji dari sejumlah isu HAM Papua sangat luas.

Dari situ, seharusnya pemerintah bisa menyelesaikan akar persoalan pelanggaran HAM.

"Apapun upaya yang dilakukan di Papua, kalau narasinya itu masih narasi yang bersifat top down belum betul-betul dipahami secara bottom up, itu pasti akan terus akan ada kesenjangan," ujar Adriana.

Lebih lanjut, ia meminta pemerintah duduk bersama dengan seluruh pihak yang terkait dengan isu HAM di Papua. Harus ada diskusi tentang solusi persoalan yang masih terus terjadi.

Hari ini Jumat (7/12/2018) dan Sabtu (8/12/2018), menandai empat tahun penganiayaan dan penembakan di Kabupaten Paniai, Papua. Minggu (7/12/2014), di Jalan Poros Madi-Enarotali, Distrik Paniai Timur, terjadi penganiayaan kepada seorang warga bernama Yulianus Yeimo.

Baca juga: Ketua MPR Dukung Presiden Jokowi Lanjutkan Pembangunan di Papua

Menurut keterangan tertulis yang dirilis Amnesty Internasional, Yulianus mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan dan kiri, serta luka robek di ibu jari kaki kiri. Luka tersebut akibat pukulan popor senjata api laras panjang.

Sementara penembakan terjadi di Lapangan Karel Gobai, Kota Enarotali, Senin (8/12/2014). Kala itu, personel polisi dan tentara menembak kerumunan warga yang sedang melakukan protes damai atas penganiayaan Yulianus.

Penembakan ini menewaskan empat pemuda Papua yang seluruhnya pelajar. Mereka adalah Apius Gobay (16), Alpiys Youw (18), Simon Degei (17), dan Yulian Yeimo (17). Penembakan juga mengakibatkan setidaknya 11 warga sipil terluka.

Kompas TV Penyerangan kelompok bersenjata di Bukit Kabo, Kabupaten Nduga, Papua, membuat proyek pembangunan Trans Papua terhenti. Demi infrastruktur di Papua, Panglima TNI memastikan proyek Trans Papua akan berlanjut pekan depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com