Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Keputusan Akhir KPU soal Nasib Oesman Sapta Odang...

Kompas.com - 04/12/2018, 12:58 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik soal pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) belum berakhir.

Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang tak memasukkan nama OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) DPD, belum mengambil keputusan setelah OSO melakukan sejumlah upaya hukum.

Lembaga penyelenggara pemilu itu masih mempertimbangkan sejumlah hal untuk menentukan nasib pencalonan Oesman Sapta.

Dalam prosesnya, KPU melakukan audiensi dengan beberapa pihak untuk mendengar pandangan mereka mengenai polemik pencalonan OSO sebagai anggota DPD.

Polemik itu bermula saat Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan OSO terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 tahun 2018 yang memuat larangan anggota partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD.

Putusan ini tak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi 135/PUU-XIII/2015. MK menyatakan anggota partai politik dilarang rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Tak hanya itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga mengabulkan gugatan OSO.

Majelis Hakim meminta KPU membatalkan surat keputusan (SK) yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

Hakim bahkan memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut dan menerbitkan SK baru dengan mencantumkan nama OSO sebagai anggota DPD.

Atas pandangan dan saran sejumlah pihak, KPU masih dalam pertimbangan untuk mengambil langkah

Berikut beberapa pihak yang menyampaikan pandangan dan saran mereka melalui audiensi dengan KPU:

1. Para ahli hukum tata negara yang dipimpin oleh pakar hukum Universitas Andalas Feri Amsari

Pada 14 November 2018, para ahli memenuhi undangan KPU. Mereka menyarankan KPU untuk menjalankan putusan MK yang melarang anggota partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Menurut Feri, putusan dari hasil uji materi MK dapat dikatakan sesuai dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Jika dalam hal ini KPU tak menjalankan putusan MK, maka mereka bisa disebut mengabaikan UUD. Putusan MK bersifat final dan mengikat, yang berarti berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan dan mengikat seluruh masyarakat Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com