Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Berkarya Tak Ingin Dikaitkan dengan Penyitaan Aset Yayasan Supersemar

Kompas.com - 20/11/2018, 00:16 WIB
Reza Jurnaliston,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Berkarya Priyo Budi Santoso menegaskan, sampai hari ini tidak ada aksi hukum sita-menyita aset kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya. Menurut dia, peristiwa penyitaan Gedung Granadi oleh Pengadilan Jakarta Selatan sama sekali tak berhubungan dengan kantor Partai Berkarya.

“Ini peristiwa hukum biasa antara Yayasan Supersemar dengan penguasa. Dan tidak ada hubungan dengan kantor Partai Berkarya,” ujar Priyo kepada Kompas.com, Senin (19/11/2018).

Priyo menyatakan, Yayasan Supersemar telah dan akan melakukan langkah hukum terbaik berdasar nilai-nilai keadilan.

“Mestinya law enforcement haruslah murni penegakan hukum, bukan dengan embel-embel politik,” tutur Priyo.

Baca juga: PN Jakarta Selatan Mulai Eksekusi Aset Yayasan Supersemar

Priyo mengajak para kader dan relawan Partai Berkarya untuk tetap solid dan berjuang untuk lolos ambang batas parlemen (parliamentary treshold) 4 persen saat Pemilu 2019.

“Kita tunjukkan bahwa apapun yang terjadi kita tetap akan bertekad besarkan Partai Berkarya dan lolos threshold,” kata Priyo.

Priyo mengatakan, bila mendapatkan mandat rakyat, pihaknya akan berjuang untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.

“Kita tidak boleh bertekuk dan tetap dengan kepala tegak, bebas merdeka sampaikan pandangan-pandangan politik kita sekeras apapun untuk kepentingan rakyat, meski dianggap berseberangan dengan penguasa,” ujar Priyo.

Baca juga: Jaksa Agung Minta Tommy Soeharto Serahkan Gedung Granadi Terkait Kasus Supersemar

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melelang aset Yayasan Supersemar berupa tanah dan bangunan. Salah satunya adalah penyitaan Gedung Granadi di Kuningan, Jakarta Selatan.

Ada pula tanah dan bangunan seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor. Aset tersebut akan dilelang setelah dilakukan penilaian harga aset.

Sebelumnya, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebagaimana putusan MA sebesar Rp 4,4 triliun.

Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.

Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.

Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disebut disalurkan kepada sejumlah perusahaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com