Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Ungkap Potensi Segregasi Sosial di Indonesia Tinggi

Kompas.com - 16/11/2018, 21:15 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan, potensi terjadinya segregasi sosial di Indonesia tinggi. Hal itu terlihat dalam survei yang dilakukan Komnas HAM dan Litbang Harian Kompas pada 25 September-3 Oktober 2018.

Survei ini menggunakan metode wawancara tatap muka terhadap 1207 responden di 34 provinsi Indonesia. Adapun responden berusia 17-65 tahun mewakili beragam latar belakang sosial ekonomi.

Komisioner Komnas HAM Mochammad Choirul Anam memaparkan, sebagian besar responden merasa lebih nyaman berinteraksi dengan komunitasnya sendiri, baik berdasarkan keturunan keluarga, kekayaan, pendidikan, ras atau etnisitas.

"Kalau kita melihat ini sebenarnya solidaritas internal itu tinggi banget, di balik kata solidaritas internal yang tinggi itu ada segregasi sosialnya yang tinggi. Potretnya begitu," kata dia di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (16/11/2018) sore.

Baca juga: Memastikan Generasi Penerus Pahami Keberagaman Pangan Lokal

Anam mencontohkan, responden yang merasa dimudahkan dengan komunitas berdasarkan keturunan keluarga sebesar 91,3 persen. Hanya 6,4 persen yang merasa dirugikan.

Berdasarkan etnisitas, misalnya, responden yang merasa dimudahkan dengan komunitas etnisnya sendiri sebesar 87,9 persen. Sebaliknya hanya 8,9 persen responden yang merasa dirugikan.

"Cerminannya adalah potensi segregasi sosial kita tinggi karena solidaritas internalnya kuat, orang lebih nyaman berkumpul dengan komunitasnya sendiri, jadi potret golongan ini sangat besar," kata dia.

Baca juga: Menengok Keberagaman di Kampung Toleransi Liur

Temuan itu, kata Anam, menjadi peringatan bagi semua pihak agar menahan diri dari tindakan yang mengarah pada diskriminasi terhadap kelompok lain.

Pasalnya, kata dia, diskriminasi terhadap pihak lain, seperti menyinggung ras dan etnis, semakin mempertajam potensi konflik horizontal. Hal itu dikarenakan setiap kelompok akan memperkuat soliditasnya ketika bersinggungan dengan pihak lain.

"Survei ini mengonfirmasi itu. Ini menjadi warning bagi kita jangan gunakan isu ras dan etnis dalam narasi publik apapun kecuali untuk kepentingan pendidikan. Mari kita tingkatkan solidaritas antar komunitas, jangan hanya internal komunitas saja. Itu message dari temuan ini," papar Anam.

"Kalau masih digunakan yang terjadi angka-angka ini semakin melebar. Dan jargon Bhinneka Tunggal Ika kita, jargon bahwa kita harus berkomunitas kepada seluruhnya dan setara seluruhnya, enggak akan tercapai," lanjut dia.

Survei ini memiliki margin of error plus minus 2,8 persen. Artinya, persentase dalam survei bisa bertambah atau berkurang sebesar 2,8 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com