Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Akui Tak Bisa Puaskan Seluruh Honorer

Kompas.com - 02/11/2018, 16:16 WIB
Ihsanuddin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Presiden Moeldoko menegaskan, pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk mengakomodir guru honorer K2 yang tak bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil.

"Jadi kan sudah ada langkah-langkah di sidang terbatas, kabinet terbatas, sudah langkah-langkah nyata, real. Kecuali didiemin, negara enggak hadir. Tapi kan negara hadir," kata Moeldoko di Istana Bogor, Jumat (2/11/2018).

Moeldoko menjelaskan, setidaknya ada tiga tahap yang dilakukan pemerintah untuk mengakomodir tuntutan guru honorer.

Pertama, pemerintah membuka formasi CPNS khusus untuk guru honorer. Namun, guru honorer yang bisa mengikuti tes ini hanya mereka yang berusia dibawah 35 tahun sebagaimana ketentuan UU ASN.

Baca juga: Istana Bantah Jokowi Pernah Berjanji Angkat Seluruh Guru Honorer

Tahap kedua, bagi mereka yang tak bisa mengikuti ters CPNS bisa mendaftarkan diri sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).Peraturan Pemerintah tentang P3K saat ini tengah difinalisasi.

Tahap ketiga, apabila guru honorer juga tidak lolos sebagai P3K, maka pemerintah akan mengupayakan agar sisa tenaga honorer yang ada ditingkatkan upahnya.

"Ya sudah, itu solusinya. Kan demo bukan hanya sekarang, tapi dari dulu. Karena demo itu lah terus kita ada solusi itu, 3 solusi," kata dia.

Moeldoko mengakui bahwa solusi yang ditawarkan pemerintah itu memang tidak bisa memuaskan seluruh guru honorer. Namun, menurut dia, pemerintah masih akan berpegang pada tiga solusi itu dan tak akan mengambil kebijakan baru.

Baca juga: Ini Skema Penyelesaian Masalah Tenaga Honorer yang Disiapkan Pemerintah

"Sekarang masih ada yang enggak puas, ya enggak bisa semuanya dipenuhi dong," kata Moeldoko.

Para guru honorer sebelumnya melakukan aksi unjuk rasa di sebrang Istana untuk menuntut agar mereka diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih mengatakan, aksi unjuk rasa itu sudah dilakukan di sebrang Istana sejak Selasa (30/10/2018). Namun karena tak ada tanggapan Jokowi atau pihak Istana, akhirnya massa pun bermalam disana dengan beralaskan aspal dan beratapkan langit.

"Kami rela tidur di depan Istana, bayar sewa bus jadi lebih mahal hanya karena ingin mendapat jawaban dari Jokowi," kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (1/11/2018).

Setelah bermalam di sebrang Istana, pada Rabu paginya, aksi kembali dilanjutkan. Akhirnya perwakilan massa diterima oleh perwakilan Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pada Rabu sore.

Baca juga: Guru Honorer: Jokowi Tak Butuh Suara Kami di Pilpres

Namun, menurut Titi, pihak KSP tak menjanjikan apapun terkait nasib para guru honorer. Permintaan agar para guru honorer bisa bertemu langsung dengan Presiden Jokowi atau menteri terkait juga ditolak oleh pihak KSP.

"Kami menolak untuk melanjutkan mediasi dengan mereka karena percuma, tidak ada solusi. Mereka pun tidak tau bagaimana mempertemukan kami dengan Presiden," kata Titi.

Akhirnya, pada Rabu sore itu, para guru honorer terpaksa membubarkan aksi tanpa membawa hasil. Padahal, Titi mengatakan, pada dasarnya para guru honorer hanya menagih janji yang pernah disampaikan Jokowi. Ia menceritakan, pada Juli lalu pernah bertemu Jokowi dalam acara Asosiasi Pemerintah Daerah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com