Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korporasi Diharapkan Perkuat Program Antikorupsi

Kompas.com - 28/10/2018, 09:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, peristiwa terjeratnya petinggi Lippo Group, Billy Sindoro dalam kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Meikarta patut menjadi perhatian bagi korporasi untuk memperkuat program antikorupsi.

“Upaya pencegahan korupsi tidak selamanya hanya bertumpu pada membangun sistem pencegahan korupsi di sektor publik sebagai demand side. Perusahaan harus mulai diwajibkan mengimplementasikan sistem pencegahan korupsi, sehingga dari supply side, penawaran atau pemberian suap dapat secara dini dicegah” kata Dadang dalam keterangan pers yang diterima Sabtu (27/10/2018).

Dadang memaparkan, tahun 2017 lalu, TII meluncurkan hasil kajian berjudul “Transparency In Corporate Reporting (TRAC): Perusahaan Terbesar Indonesia” untuk menilai kesiapan 100 perusahaan terbesar di Indonesia dalam mencegah korupsi.

Rata-rata nilai Transparency in Corporate Reporting (TRAC) 100 perusahaan terbesar di Indonesia adalah 3.5/10, dengan angka 0 menandakan perusahaan sangat tidak transparan, dan 10 menandakan bahwa perusahaan sangat transparan.

Dari 100 perusahaan yang dinilai, 71 perusahaan tidak mewajibkan pihak ketiga, seperti konsultan, penasihat, pengacara untuk terikat dalam pedoman perilaku perusahaan.

Kemudian 67 dari 100 perusahaan tidak mewajibkan penyedia barang dan jasa, vendor, kontraktor, rekanan, sub kontraktor untuk mematuhi program antikorupsi perusahaan.

Sementara itu 74 dari 100 perusahaan terbesar di Indonesia tidak melakukan pelatihan antikorupsi bagi para karyawan dan direktur perusahaan.

Kemudian terkait gratifikasi, 61 dari 100 perusahaan di Indonesia belum memiliki aturan tentang larangan pemberian dan penerimaan gratifikasi.

“Pola tindak pidana korupsi dimana pemberian suap biasanya dilakukan melalui jasa perantara konsultan, penasihat, perlu dimitigasi oleh perusahaan, sehingga implementasi tata kelola perusahaan yang baik (GCG) tidak hanya berlaku ke internal perusahaan, tetapi juga diterapkan ke pihak-pihak yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan” kata Dadang.

Ia juga mengingatkan agar perusahaan memahami UU Tipikor dan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.

Sebab, perusahaan dapat dijatuhi sanksi pidana apabila kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh personelnya terbukti memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Baca juga: KPK Kirim Surat Panggilan kepada Bos Lippo Group James Riady

"Dan apabila perusahaan tidak mengembangkan sistem pencegahan korupsi yang sesuai dengan profil risiko perusahaan, maka perusahaan juga dapat dijatuhi pidana," kata dia.

Dadang juga mengatakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang sudah disahkan oleh Presiden Joko Widodo diharapkan mampu mendorong korporasi membangun program antikorupsi yang sesuai dengan profil risiko perusahaan.

"Implementasi program antikorupsi tidak lagi bersifat voluntary, tetapi mandatory. KPK juga perlu segera mengeluarkan peraturan tentang panduan program antikorupsi agar perusahaan memiliki pedoman dalam menyusun program anti korupsi yang komprehensif,” kata Dadang.

Kompas TV Mantan Bos Lippo Grup Eddy Sindoro menyerahkan diri kepada penyidik KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com