Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Punya Dasar Hukum, Negara Dinilai Tidak Wajib Membiayai Saksi Parpol

Kompas.com - 18/10/2018, 22:21 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik LIMA Ray Rangkuti menegaskan, negara lewat APBN tidak wajib membiayai saksi dari partai politik dalam sebuah Pemilu. Sebab, tidak ada dasar hukumnya.

"Pengadaan saksi partai politik bukan kewajiban di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Jadi, parpol itu boleh mengajukan saksi, boleh juga tidak. Kewajiban pemerintah memang untuk memfasilitasi. Tetapi bukan kewajiban partai politik untuk menyediakan saksi," ujar Ray dalam diskusi yang digelar di Sekretariat Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (18/10/2018).

"Jadi logika kita, sesuatu yang tidak diatur di dalam undang-undang kewajibannya sebagai perangkat dari negara, kok tiba-tiba diusulkan dibiayai oleh negara, dari mana logikanya?" lanjut dia.

Baca juga: Pengamat: Dana Saksi Rp 10 Triliun Setara dengan 80.000 Rumah bagi Korban Bencana

Ray mengatakan bahwa saksi yang diamanatkan oleh UU Pemilu hanyalah saksi dari Badan Pengawas Pemilu atau yang disebut 'Pengawas Tempat Pemungutan Suara'.

Pasal 89 ayat (2) UU Pemilu menyebut bahwa , "Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Bawaslu Kelurahan/ Desa, Panwaslu LN dan Pengawas TPS."

Di Pasal 91 ayat 7 ditegaskan kembali bahwa "Pengawas TPS berkedudukan di setiap TPS."

Baca juga: PAN Setuju Jika Dana Saksi Pemilu dari APBN Dikelola Bawaslu

Adapun, saksi dari partai politik diatur pada Pasal 360 ayat 3, yakni berbunyi "pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi partai politik peserta pemilu dan saksi pasangan calon."

Adapun, pada ayat (6) disebutkan "saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dan partai politik peserta pemilu atau pasangan calon/ tim kampanye."

Ray melanjutkan, apabila pemerintah menyetujui dana saksi parpol dibiayai APBN, hal itu menuai persoalan baru, yakni soal akuntabilitas. Sebab sekali lagi Ray mengatakan bahwa pembiayaan semacam itu tidak memiliki dasar hukum. Termasuk soal mekanisme pertanggungjawaban.

"Atas dasar apa ya nanti negara mempertanggungjawabkan uang yang keluar atas sesuatu yang sebetulnya tidak ada dasar hukumnya tadi," ujar dia.

Diberitakan, usulan itu memang dilontarkan pertama kali Komisi II DPR. Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali menjelaskan, ada dua alasan mengapa usulan itu dilontarkan.

Pertama, seluruh fraksi di Komisi II sepakat dana saksi parpol tak dibebankan ke parpol agar menciptakan keadilan dan kesetaraan. Sebab, tidak semua parpol peserta Pemilu memiliki cukup dana untuk membiayai saksi.

Kedua, usulan tersebut demi menghindarkan para caleg membiayai saksinya sendiri. Hal itu sudah terbukti menyebabkan dampak negatif. Meski demikian, Komisi II juga menyerahkan keputusan itu kepada pemerintah.

"Itu tergantung dari kemampuan keuangan pemerintah. Kalau pemerintah menyatakan tidak ada dana yang tersedia, ya sudah. Artinya kembali kepada partai sendiri untuk menanggung itu," kata politikus Partai Golkar itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com