Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

110 Tahun Balai Pustaka, Mengenang Angkatan Sastra '20...

Kompas.com - 14/09/2018, 14:12 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pepatah mengatakan, buku adalah jendela dunia. Melalui buku, seseorang akan bisa memahami dan mengetahui banyak hal. Melalui buku pula, seseorang akan lebih tercerahkan pikirannya dan bisa bangkit melawan penjajah.

Saat bicara tentang buku, nama Balai Pustaka kerap diingat sebagai penerbit yang menerbitkan sejumlah buku populer, terutama sebelum kemerdekaan.

Kehadiran Balai Pustaka sendiri berawal saat Pemerintah Hindia Belanda merasa resah karena banyaknya koran-koran atau bacaan yang berkembang pada masyarakat luas.

Kritikan dan protes banyak dihadirkan oleh pihak bumiputra untuk menentang kekuasaan Belanda waktu itu. Hasilnya, berdirilah "Commissie voor de Volkslectuur" (Komisi Bacaan Rakyat, KBR) pada 1908, yang kelak menjadi Balai Pustaka.

KBR saat itu menerbitkan buku-buku dan majalah yang dianggap "aman" oleh Pemerintah Hindia Belanda. Tak disangka, pilihan berupa buku asing yang diterjemahkan, justru membantu pikiran rakyat Indonesia menjadi lebih terbuka.

Pada masa itu, KBR juga mengontrol "bacaan-bacaan liar" yang menyinggung Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu, setiap bacaan yang bertujuan untuk mengkritik pemerintah akan segera diredam oleh KBR.

Apalagi ketika KBR berada di bawah pimpinan DA Rinkes, KBR membuat perpustakaan di berbagai tempat dan beberapa sekolah-sekolah.

Angkatan Balai Pustaka

KBR secara perlahan bisa menghasilkan buku bacaan yang banyak diminati oleh berbagai kalangan. Selain itu, KBR juga membuka kesempatan kepada masyarakat umum yang ingin menerbitkan buku pada penerbit itu.

Syarat utamanya adalah dalam tulisan itu tak boleh mengkritik Pemerintah Hindia Belanda, tak menyinggung agama atau adat, dan tak boleh melanggar garis susila.

Alhasil, muncul dan berdatangan sastrawan yang menerbitkan karyanya di KBR yang berubah menjadi Balai Pustaka pada 1917.

Sastra yang terbit kebanyakan menggunakan bahasa Melayu, karena penulis beberapa berasal dari Sumatera. Namun, tak jarang terdapat beberapa karya yang berasal dari orang Jawa dan Sunda.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Cikal Bakal Balai Pustaka Berdiri...

Titik awal angkatan Balai Pustaka dimulai ketika terbitnya roman Azab dan Sengsara oleh (1920) Merari Siregar, yang disebut juga sebagai awal kebangkitan angkatan Balai Pustaka.

Lantas kenapa disebut Angkatan Balai Pustaka atau Angkatan '20? Hal ini disebabkan Balai Pustaka berpijak pada kultur Indonesia pada abad ke-20. Sastra Balai Pustaka bertemakan daerah yang biasa jadi latar belakang cerita pada waktu itu.

Sastrawan Angkatan Balai Pustaka, Soeman Hs ( 85 ) penulis novel  Mencahari Pencuri Anak Perawan  yang diterbitkan Balai Pustaka 1932. Lahir di Bantantua,Bengkalis ( Riau Lautan ) 1905. Taufik Ikram Jamil Sastrawan Angkatan Balai Pustaka, Soeman Hs ( 85 ) penulis novel Mencahari Pencuri Anak Perawan yang diterbitkan Balai Pustaka 1932. Lahir di Bantantua,Bengkalis ( Riau Lautan ) 1905.
Banyak sastrawan ataupun penulis yang terhimpun dalam angkatan ini. Beberapa di antaranya adalah Marah Rusli yang terkenal dengan Siti Nurbaya (1922), Abdul Muis dengan Salah Asuhan (1928) dan Nur Sutan Iskandar dengan Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923).

Kemudian ada juga Suman HS dengan karya Mencari Pencuri Anak Perawan (1923). Kemudian, karya yang paling fenomenal adalah Aman Datuk Madjoindo yang menghasilkan Si Doel Anak Betawi (1932) yang telah beberapa kali difilmkan.

Ciri-ciri karya

Angkatan Balai Pustaka umumnya menghasilkan karya yang bertema romantis-sentrimentalis. Artinya, karya itu menjelaskan tentang kisah percintaan mereka yang dimabuk asmara.

Selain itu, sebagian besar juga mengambil tema berupa masalah kawin paksa. Latar belakang cerita biasanya berupa salah paham antara golongan muda dengan golongan tua, seperti dalam novel Salah Asuhan.

Unsur yang terkandung dalam cerita pada angkatan ini lebih mencerminkan kehidupan tokoh yang berasal dari berbagai daerah dengan minimnya unsur nasionalis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com