JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto mengaku tidak pernah memerintahkan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih untuk mendapatkan fee dari proyek pembangunan PLTU di Riau. Apalagi, jika uang fee itu disebut untuk kepentingan partainya. Hal itu dikatakan pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail.
"Berita bahwa seolah Pak Novanto menjanjikan akan mengatur fee dari proyek ini sebesar 5% dari nilai proyek yang akan diberikan kepada pihak-pihak terten tu dan telah membantu adalah tidak benar," ujar Maqdir kepada Kompas.com, Minggu (9/9/2018).
Maqdir membenarkan bahwa Novanto adalah orang yang memperkenalkan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dengan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Namun, menurut Maqdir, Novanto tidak pernah memerintahkan Eni untuk mengawal proyek pembangunan PLTU Riau, dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi Partai Golkar maupun untuk keuntungan pribadi.
Baca juga: Airlangga Hartarto: Proyek PLTU Riau-1 dan Munaslub Golkar Tak Berkaitan
"Novanto hanya meminta dilakukan perhatian dan pemantauan, jangan sampai proyek penting dan untuk kepentingan orang banyak seperti ini mendapat hambatan yang tidak perlu dalam proses pembangunannya," kata Maqdir.
Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
Baca juga: KPK Berharap Idrus Marham Buka-bukaan soal Kasus PLTU Riau-1
Menurut dugaan KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
Dalam pengembangan, KPK juga menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham sebagai tersangka. Idrus diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap kepada Eni Maulani.
Selain itu, Idrus diduga dijanjikan 1,5 juta dollar Amerika Serikat oleh Johannes Kotjo. Dalam kasus ini, KPK juga telah memeriksa Setya Novanto.
Uang ke partai
Eni Maulani yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar mengakui bahwa uang yang ia terima terkait proyek pembangunan PLTU di Riau, ada kaitannya dengan ketua umum Partai Golkar. Namun, Eni tidak menyebut nama ketua umum yang memerintahkannya menerima uang.
Menurut Eni, segala seuatu terkait dengan proyek dan uang yang ia terima telah diceritakan kepada penyidik. Salah satunya, penerimaan uang yang diduga untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
"Saya kan bendahara munaslub. Semua yang mas dan mbak tanya, saya sudah sampaikan semua ke penyidik dengan detail. Nanti kalau saya sampaikan sedikit, takutnya diplintir menjadi yang lain," kata Eni seusai diperiksa.
Sebelumnya pengacara Eni, Fadli Nasution mengatakan adanya aliran dana suap Proyek PLTU Riau-1 senilai Rp 2 miliar yang diberikan kliennya untuk membiayai Munaslub Golkar 2017.
Dalam proses penyidikan, pengurus Partai Golkar menyerahkan uang Rp700 juta kepada KPK. Uang yang diduga didapatkan dari hasil korupsi itu digunakan untuk membiayai kegiatan partai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.