JAKARTA, KOMPAS.com - Kepentingan politik elektoral dinilai menjadi sumber mangkraknya berbagai kasus pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB). Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos di Kantor Setara Institute, Jakarta, Senin (20/8/2018).
"Jadi kalau ditanya bagaimana prospek (penanganan) KBB di Indonesia, selama politik elektoral, kepentingan elektoral itu dikedepankan, saya pesimis ada perbaikan yang berarti," tutur Bonar.
Ia menjelaskan para pejabat negara tidak berani untuk menindaklanjuti kasus pelanggaran KBB karena takut kehilangan basis suara dari kelompok mayoritas. Hal itu akan berakibat mereka tidak akan terpilih lagi sebagai kepala negara.
Baca juga: Jokowi Dianggap Berutang Tuntaskan Masalah GKI Yasmin-HKBP Filadelfia
Ia memberikan contoh terkait kasus penyegelan GKI Yasmin di Bogor. Gereja ini telah memiliki putusan Mahkamah Agung yang menjamin tempat ibadah tersebut dapat dibangun dan digunakan sejak tahun 2011. Namun, keberadaan gereja tersebut tetap ditentang sekelompok orang.
Kemudian, Wali Kota Bogor saat itu, Bima Arya memberikan solusi untuk membangun masjid dan gereja pada lokasi tersebut di tahun 2016. Akan tetapi, sampai saat ini hingga Bima Arya terpilih lagi menjadi wali kota, janji tersebut belum dilaksanakan.
"Ini menunjukkan politik elektoral sangat menonjol, itu sebabnya kenapa hampir tidak ada inisiatif dari pemerintah daerah (pemda) untuk menyelesaikan kasus KKB," ujarnya.
Baca juga: Cendekiawan Muslim Nilai Penyerangan terhadap Ahmadiyah Tak Sesuai Nilai Islam
"Karena mereka ingin memelihara dukungan dari kelompok mayoritas, dan kelompok intoleran itu mereka akomodir dengan dasar misalnya keamanan, dan stabilitas," lanjut dia.
Kini Bima Arya telah resmi menjadi Wali Kota Bogor untuk periode kedua. Bonar pun berharap kali ini sang wali kota dapat benar-benar merealisasikan solusi yang ditawarkannya sendiri. Hal seperti itu bukan kali pertama terjadi. Bonar melihat bahwa selama ini para pejabat negara memang cenderung hanya memberikan janji semata terkait KBB.
"Meskipun dari tingkat nasional sampai daerah memberikan retorika bahwa mereka menjaga keberagaman, mereka memelihara Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, tetapi dalam tingkat aksi dan tindakan sangat minim," kata dia.