JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya Kombes Pol Merdisyam mengatakan, polisi melihat ancaman kesatuan bangsa dalam konflik kekerasan beragama.
Oleh karena itu, Polri berupaya bersikap netral dan mampu melindungi kelompok mayoritas maupun minoritas. Polri harus bertindak cepat menghadapi tantangan yang memicu konflik tersebut.
Salah satu tantangan yang dimaksud yakni penolakan kelompok agama tertentu atas pendirian atau penempatan rumah ibadah suatu agama oleh penganut agama lain.
"Dari kasus 2012 sampai 2017 rata-rata penolakan gereja," ujar Merdisyam dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
(Baca juga: Komnas HAM Sebut Isu Intoleransi Beragama Kerap Jadi Senjata Politik)
Konflik yang baru saja terjadi yakni pembangunan gereja Santa Clara di Bekasi. Pendirian gereja tersebut menghadapi berbagai perlawanan dari masyarakat setempat selama bertahun-tahun.
Puncaknya, sekelompok masyarakat melakukan perlawanan ke polisi yang berjaga di sekitar gereja. Karena perlawanan itu, polisi melakukan tindakan tegas.
Namun, kata Merdisyam, tindakan polisi itu justru diputarbalikkan. Polisi dianggap bertindak represif dengan menyerang masyarakat.
"Setelah tindakan hukum secara tegas, kita bisa timbulkan kesadaran ke masyarakat. Sekarang tidak ada masalah, bisa berjalan baik dan dapat apresiasi internasional," kata dia.
Selain itu, sikap intoleransi bisa timbul karena keberadaan organisasi masyarakat keagamaan yang atif mendukung dan memfasilitasi masyarakat menyikapi berbagai masalah keagamaan.
Segelintir masyarakat, kata Merdisyam, masih saja mudah dipengaruhi oleh kelompok yang mengatasnamakan agama.
"Baru saja kita lewati situasi Pilkada DKI. Itu telah menyebabkan polarisasi dan mengotak-kotakkan masyarakat yang masih dirasakan saat ini," kata dia.
(Baca juga: Polri: Intoleransi adalah Cikal Bakal Terorisme)
Merdisyam mengatakan, media sosial punya andil besar dalam ancaman kebebasan keberagaman dan berkeyakinan. Informasi hoaks di media sosial sulit dibendung.
Apalagi masih banyak masyarakat yang mudah dengan informasi simpang siur.
"Medsos sangat besar sekali yang dapat begitu mrmancing dan memicu reaksi masyarakat," kata Merdisyam.
"Ada pula kepentingan ekonomi dan politik di balik isu keagamaan tersebut," ucap dia.