JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengatakan, PT Freeport Indonesia belum selesaikan sanksi terhadap 48 pelanggaran di bidang lingkungan.
"Dari 48 sanksi yang diberikan, 35 sanksi sudah selesai. Lalu 13 lainnya sedang dipersiapkan, kemungkinan 7 sudah bisa diselesaikan," ujar Siti saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Siti melihat Freeport serius dalam pemenuhan sanksi itu. Kementeriannya pun melakukan monitoring terus menerus terkait itu.
Baca juga: Inalum Pastikan Tak Ada Kongkalikong dalam Akuisisi Freeport
Kementerian LHK juga sudah berkoordinasi dengan DPR RI terkait pelanggaran di sektor lingkungan tersebut.
Salah satu pelanggaran yang paling berat, yakni tentang pembuangan limbah operasional pertambangan alias 'tailing'.
"Memang yang paling berat itu soal tailing-nya. Oleh sebab itu, saya meminta Freeport itu menyiapkan roadmap bagaimana cara menurunkan besaran tailing tersebut dan cara mengatasinya," ujar Siti.
Baca juga: Ini Alasan Bank Lokal Tak Dilibatkan dalam Pembiayaan Akuisisi Saham Freeport
"Boleh saja besar, tapi harus bisa diatasi. Misalnya, apakah perlu harus bikin pabrik semen kah? Ini misalnya saja ya. Ini tentu harus diuji dulu. Makanya harus ada roadmap dan itu harus diuji," lanjut dia.
Diketahui, pelanggaran lingkungan yang dilakukan Freeport diketahui dari laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilai kerugian lingkungan akibat sejumlah pelanggaran itu diperkirakan mencapai Rp 185 triliun.
Baca juga: Divestasi Saham Freeport untuk Siapa?
Pelanggaran terdiri atas 31 temuan pelanggaran terkait AMDAL/RKL-RPL, izin lingkungan, 5 temuan pelanggaran pencemaran air, 5 temuan pelanggaran pencemaran air, lima temuan pelanggaran pencemaran udara, dan 7 temuan pelanggaran pengelolaan limbah dan B3.
Menteri LHK Siti Nurbaya pun memberikan sanksi administratif melalui Peraturan Menteri LHK Nomor SK.5559/MENLHK-PHLHK/PPSA/GKM.0/10/2017.