JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan korupsi dana otonomi khusus Aceh (DOKA) Hendri Yuzal mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa hukumnya, Razman Arif Nasution, mengatakan, kliennya beralasan ingin mempermudah penyidik menangani kasusnya. Menurutnya, surat pengajuan menjadi JC itu akan segera dikirim.
Baca juga: Kemendagri Segera Siapkan Plt Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah
"Henry Yuzal ini saya tanya tadi dia mengaku sebagai staf khusus Pak Irwandi Yusuf. Artinya staf khusus gubernur dan beliau mengatakan bahwa untuk mempermudah penyelidikan sampai ke tahap penyidikan, saudara Henry bersedia untuk menjadi Justice Collaborator,” kata Razman, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Razman mengatakan, kliennya mengetahui adanya pertemuan antara Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dengan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Namun, kliennya masih merahasiakan berapa kali bosnya itu bertemu dengan Ahmadi.
Baca juga: Dugaan Fee Rp 500 Juta untuk Gubernur Aceh Via Orang-orang Dekat
Razman juga menuturkan ada kekhawatiran besar dari kliennya soal rencananya menjadi JC.
“Dia bilang, kalau saya jadi justice collaborator bagaimana dengan keselamatan saya? Saya bilang akan buat surat agar kamu dijaga keamanannya. Karena dia ini saksi mahkota karena sebagai staf khusus,” Razman menambahkan.
Hukuman diringankan
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika justice collaborator dikabulkan, maka pihaknya akan mempertimbangkannya sebagai faktor meringankan dalam surat tuntutan.
“Bisa mendapatkan potongan masa penahanan di lapas (lembaga pemasyarakatan) nantinya, seperti remisi serta setelah menjalani 2/3 hukuman mendapatkan pembebasan bersyarat,” kata dia.
Baca juga: Kiprah Irwandi Yusuf, Mantan Pejabat GAM yang Jadi Gubernur Aceh Lalu Jatuh Hati pada Pesawat
Di sisi lain, Febri menuturkan, dalam kasus suap terkair Dana Otonomi Khusus Aceh, KPK telah memiliki bukti yang kuat sebelum menetapkan tersangka dan melakukan penahanan.
“Jadi mengakui perbuatan atau bahkan menjadi JC (justice colaboration) akan lebih baik bagi para tersangka dan juga membantu proses hukum ini,” kata dia.
“Prinsipnya jika ingin mengajukan JC, silahkan tapi jangan setengah hati. Karena KPK akan sangat hati-hati mempertimbangkan ketepatan seorang menjadi JC,” lanjut Febri.
Baca juga: Gubernur Aceh Irwandi Yusuf Bantah Terima Suap
Dalam perkara ini, KPK menduga pemberian oleh Ahmadi sebesar Rp 500 juta adalah bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018.
"Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dan setiap proyek yang dibiayai dari dana otonomi khusus Aceh," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Rabu (4/7/2018).
Menurut Basaria, pemberian kepada Irwandi dilakukan melalui orang-orang terdekatnya serta orang-orang terdekat Ahmadi sebagai perantara.
Baca juga: KPK Duga Gubernur Aceh Terima Suap Beberapa Kali Terkait Dana Otsus
"Tim masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya," kata dia.
Selain Irwandi dan Ahmadi, KPK juga menetapkan dua orang swasta, Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri sebagai tersangka.
Baca juga: KPK Sesalkan Penyalahgunaan Dana Otonomi Khusus Rp 8 Triliun di Aceh
Sebagai penerima, Irwandi, Hendri, dan Syaiful disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.