Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg, PDI-P Tunggu Keputusan Menkumham

Kompas.com - 03/07/2018, 10:45 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen PDI Perjuangan Utut Adianto menyatakan, partainya masih menunggu keputusan resmi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

"Kalau PKPU, kami masih menunggu Pak Laoly karena PKPU itu berjalan disahkan apabila kalau Pak Laoly menandatanganinya, kan urutannya kan UUD 1945, undang-undang, baru PKPU," kata Utut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Ia mengaku, partainya tak keberatan dengan PKPU tersebut. Namun, di sisi lain, PKPU tersebut masih berpolemik lantaran dianggap bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg

Undang-undang tersebut membolehkan mantan koruptor menjadi caleg sepanjang yang bersangkutan mengumumkan status hukumnya kepada publik.

"Kami tunggu Pak Laoly, ini bukan karena sesama kader PDI-P. Kan Pak Yasonna masih berpendapat lain. Kita tunggu," lanjut dia.

Sebelumnya KPU telah menerbitkan PKPU yang memuat larangan pencalegan mantan koruptor.

KPU mengambil langkah tersebut meskipun Kemenkumham tidak mengundangkan PKPU.

Baca juga: Jokowi Sebut KPU Berwenang Terbitkan Aturan Sendiri

Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan, KPU memiliki wewenang untuk membuat aturan sendiri.

Pernyataan ini terkait KPU yang memberlakukan larangan eks narapidana kasus korupsi dilarang mengikuti pemilihan anggota legislatif, baik di daerah atau pusat.

Baca juga: KPU Berlakukan Larangan Mantan Koruptor Nyaleg, Ini Kata Menkumham

"Undang-undang memberi kewenangan kepada KPU untuk membuat peraturan. Peraturannya ini sudah dibuat KPU," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018).

Apabila ada pihak yang keberatan atas peraturan KPU tersebut, Presiden Jokowi mengatakan, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh, yakni melalui permohonan uji materi di Mahkamah Agung (MA).

"Kalau ada yang tidak puas dengan peraturan yang ada, silakan ke MA. Gitu saja," lanjut Jokowi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com