JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai munculnya wacana hak angket di DPR terhadap Komisi Pemilihan Umum terkait munculnya larangan mencalonkan mantan koruptor sebagai calon legislatif cenderung berbahaya.
Menurut Ray, langkah itu berpotensi mengganggu upaya KPU dalam menciptakan pelaksanaan Pemilu 2019 yang berintegritas.
"Ya inilah ya efek dari wacana angket seperti itu agak berbahaya. Sebab, kalau nanti begitu, akan banyak cara untuk mengganggu kinerja KPU," kata Ray kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).
Menurut dia, wacana hak angket tersebut tak memiliki urgensi. Ray menjelaskan, KPU hanya berada pada posisi sebagai pembuat kebijakan, bukan pelaksana kebijakan.
Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR
Selain itu, ia menilai hak angket bisa digunakan apabila eksekusi kebijakan berdampak buruk atau bertentangan bagi masyarakat luas.
"Apakah ada kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi masysrakat? KPU hanya membuat kebijakan, dia tidak mengeksekusi kebijakan itu. Yang diangket itu sejatinya eksekusi atas kebijakan," kata Ray.
Ray menjelaskan, seharusnya pihak-pihak yang keberatan dengan PKPU ini bisa menempuh uji materi ke Mahkamah Agung. Ia menilai wacana hak angket justru tidak pada tempatnya.
"Ya mereka, DPR, silakan saja gugat ke Mahkamah Agung aturan PKPU itu, tapi kalau diangket itu kurang tepat," ujar dia.
Ray menegaskan, salah satu persoalan bangsa ini adalah korupsi. Oleh karena itu, seluruh pihak harusnya tak menunjukkan sikap-sikap kontraproduktif dalam agenda pemberantasan korupsi.
"Jadi kalau kita ragu-ragu memberantas korupsi tentu ya, itu tidak membantu sama sekali," ujarnya.
Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menyebutkan, saat ini tengah muncul wacana pengajuan hak angket kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Komisi II.
Hak angket tersebut ditujukan kepada KPU terkait munculnya larangan mencalonkan mantan koruptor sebagai caleg.
"(Hak angket) salah satu opsi yang coba kami ambil. Pembicaraan sudah di grup internal Komisi II karena melihat KPU ini sudah terlalu jauh melencengnya," kata Awi, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).
"Saking emosinya, teman-teman Komisi II bilang 'bisa-bisa KPU nih kita angketkan'. Itu jadi pembicaraan informal dan tidak menutup kemungkinan kalau ini tidak ada penyelesaian, mengental menjadi beneran," ujar Awi.
Baca: Muncul Wacana Hak Angket Terkait Larangan Pencalegan Mantan Koruptor
Ia menambahkan, pengajuan hak angket kepada KPU bukan hal baru. Sebab, Pada tahun 2009, DPR pernah mengajukan hak angket lantaran KPU dinilai bertanggung jawab terkait kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Namun, ia menolak jika usulan hak angket tersebut seolah diajukan DPR demi membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.
Ia mengatakan wacana tersebut dimunculkan karena DPR tak ingin KPU melanggar undang-undang dalam membuat PKPU.
Menurut Awi, semestinya niat baik KPU tersebut tidak dibenturkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.