Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Melindungi Para Pejuang Devisa di Malaysia

Kompas.com - 22/05/2018, 13:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASUS penganiayaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI)di Pinang, Malaysia, yang menimpa salah seorang TKI asal NTT bernama Adelina pada Februari lalu, sungguh sangat memilukan dan mengkhawatirkan.

Seminggu setelahnya, kembali diberitakan tentang adanya TKI yang meninggal di Sabah. Pada Maret 2018, TKI bernama Santi R Simbolon ditemukan tewas di dalam lemari di Pulau Penang, Malaysia.

Hal tersebut menambah panjang deretan nasib suram dan kisah tragis "para pejuang devisa" di Negeri Jiran.

Di satu sisi, menjadi TKI adalah bagian dari upaya mencari peluang hidup yang lebih menjanjikan di luar negeri. TKI berharap dapat membantu keluarga di kampung halaman sehingga dapat hidup lebih sejahtera. Namun, di sisi lain ada risiko yang mengancam jiwa mereka kapan saja dan di mana saja.

Perlindungan pekerja migran

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia baru saja disahkan pada 22 November 2017. UU ini menggantikan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

UU tersebut dibuat untuk memperbaiki berbagai kelemahan yang ada dalam UU No. 39/2004 sebab tujuan utama penyempurnaan UU tersebut agar para TKI semakin terlindungi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Semangat penerbitan UU 18/2017 adalah agar para TKI terlindungi dari praktik perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hakasasi manusia.

Selain itu, UU tersebut lebih menekankan dan memberikan peran lebih besar kepada pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan dan perlindungan
pekerja migran Indonesia.

UU 18/2017 ini menjadi regulasi yang lebih baik dan dapat menjadi patokan untuk menjadikan TKI kita untuk lebih memiliki bargaining position yang jelas sesuai dengan skill dan kompetensi yang dimiliki.

Dengan pengesahan UU baru tentang perlindungan pekerja migran ini, seharusnya para TKI kita lebih pede dalam hal memperjuangkan hak-haknya, meskipun mereka bekerja hanya sebagai pembantu rumah tangga ataupun buruh pabrik.

Kasus yang dialami oleh Adelina dan Santi R Simbolon tentunya tidak boleh dianggap sepele, terlepas apakah Adelina atau Santi berstatus sebagai TKI legal atau ilegal.

Kasus mereka terjadi akibat adanya kelalaian negara yang tidak melakukan proses pengawasan dan kontrol yang ketat terhadap para TKI dan terhadap pemberi kerja.

Negara, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan, harus bekerja ekstra untuk mengawal semua TKI yang tercatat sebagai pekerja migran yang bekerja sesuai dengan aturan UU 18/2017.

Apabila masih ada temuan berbagai kasus pemberi kerja bermasalah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan korban bagi para pekerja migran kita, negara wajib berupaya melindungi secara maksimal agar pekerja migran kita tidak menjadi korban.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com