JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kecamatan Sekra, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi sasaran penyerangan pada Sabtu-Minggu, 19-20 Mei 2018 lalu.
Sebanyak 8 rumah hancur, mengakibatkan 24 orang yang terdiri dari 21 orang wanita dan anak-anak serta 3 orang pria dewasa, kehilangan tempat tinggal dan harta benda.
Baca juga: Yenny Wahid Sebut Beda Akidah Bukan Berarti Boleh Serang Jemaat Ahmadiyah
Juru bicara JAI Yendra Budiana menyatakan, hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku penyerangan dan perusakan rumah warga Ahmadiyah tersebut. Penyerangan tersebut pun bukan pertama kalinya terjadi di Lombok Timur.
"Di Lombok Timur tahun 2017, kecamatannya beda tapi kabupatennya sama, dilakukan oleh pihak yang tanda kutip warga," ujar Yendra dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (21/5/2018).
Baca juga: Soal Konflik Warga dan Ahmadiyah, Lombok Timur Diminta Belajar dari Wonosobo
Yendra menyebut, berbekal pengalaman sejak tahun 2005 hingga sekarang, pelaku penyerangan terhadap warga Ahmadiyah sebenarnya adalah korban provokasi paham kebencian dan kekerasan. Oleh karena itu, perlu dicari aktor besar di belakangnya.
"Tidak hanya lihat pelaku di lapangan, tapi ada aktor besar di belakangnya," sebut Yendra.
Ia mengungkapkan, terkait motif penyerangan, ia memandang warga Ahmadiyah layaknya komoditas untuk kepentingan tertentu.
Baca juga: Sebelum Rumahnya Dirusak, Warga Ahmadiyah di Lombok Diminta Bertobat
Warga Ahmadiyah, sebut Yendra, seperti menunggu antrian giliran menjadi komoditas tersebut. Apalagi jelang pesta demokrasi, pilkada dan pilpres.
Ia mengaku, pihaknya sudah mempersiapkan diri secara mental.
"Sudah mau pilkada dan pilpres, kami siapkan diri secara mental untuk menghadapi," tutur Yendra.