JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies Mufti Makarim berpendapat, TNI harus tunduk pada sistem peradilan pidana (criminal justice system) jika dilibatkan dalam upaya pemberantasan terorisme.
Pasalnya, draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme saat ini mengacu pada kerangka penegakan hukum.
"Kalau aparat yang melakukan penegakan hukum ternyata bersalah maka dia konsekuensinya harus diproses hukum juga sebagaimana terpidana yang menjalani proses hukum," ujar Mufti saat dihubungi, Kamis (17/5/2018).
Baca juga: Pengamat: Koopsusgab TNI Harus Dikontrol DPR
Militer masih mengenal konsep imunitas dalam konteks peradilan militer yang cenderung tertutup.
Artinya, seorang tentara tidak akan bisa diadili di peradilan umum jika terjadi gugatan atau penyalahgunaan kewenangan.
Oleh sebab itu, Mufti menegaskan bahwa anggota TNI harus bersedia diadili di pengadilan umum yang lebih terbuka jika muncul adanya gugatan.
"Kalau kemudian nanti ada gugatan terduga teroris mati karena ada brutalitas penembakan dan segala macam, maka harus diselesaikan di pengadilan umum, bukan pengadilan militer. Jadi menurut saya banyak hal yang harus disiapkan dalam wacana ini dan harus jelas dulu koopsusgab ini akan diterapkan sejauh mana,'' ucap Mufti.
Baca juga: Wacana Koopsusgab TNI Dinilai Tak Relevan dengan Pembahasan RUU Antiterorisme
Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat ketentuan pelibatan TNI akan diatur dalam UU Antiterorisme dengan mendasarkan pada Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI).
Pasal 7 ayat 2 UU TNI tersebut menyatakan bahwa TNI bisa dilibatkan dalam operasi militer selain perang.
Meski demikian, ketentuan detail terkait ketentuan teknis pelibatan TNI harus diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Baca juga: Ketua Komisi I Pertanyakan Dasar Hukum Pembentukan Koopsusgab
Berdasarkan UU TNI, pengerahan kekuatan militer untuk operasi selain perang mensyaratkan tiga hal, yakni keputusan politik presiden dan situasi kedaulatan teritorial terancam saat situasi.
Selain itu pelibatan TNI dibutuhkan saat kondisi komponen negara lainnya menyatakan tidak bisa atau tidak mampu menangani suatu aksi terorisme.